Berimajinasi bersama Anne of Green Gables

“Anne of Green Gables”

Penulis: Lucy Maud Montgomery

Jenis: Novel

Tebal: 513 halaman

Penerbit: Qanita (Mizan Grup)

Dua bersaudara Cuthbert, Matthew dan Marilla, ingin mengadopsi seorang anak laki-laki untuk membantu mereka mengurus rumah dan pertanian di Desa Avonlea yang dikenal dengan sebutan Green Gables. Namun terjadi sebuah kekeliruan: yang datang bukanlah anak laki-laki, melainkan seorang anak perempuan berambut merah bernama Anne Shirley.

Anne adalah seorang anak yatim piatu berumur 11 tahun. Selain memiliki rambut merah, keganjilan Anne lainnya adalah kegemarannya berimajinasi dan bercerita. Kadang-kadang hal ini membuat Marilla merasa kesal. Ditambah Anne kerap melakukan kecerobohan dalam mengerjakan pekerjaan rumah akibat seringnya dia berkhayal. Sebaliknya, Matthew yang pendiam sangat menyukai keunikan Anne ini.

Hari-hari di Avonlea dan Green Gables dilalui Anne dengan penuh cerita. Bersama Diana, Jane dan Ruby dia melewati beberapa petualangan seru. Tidak ketinggalan perseteruannya dengan Gilbert, yang sudah menyebut rambut Anne “wortel”. Anne tidak mau kalah oleh bocah itu. Dan hal ini mampu membuat Anne semangat belajar sehingga pada akhirnya dia mendapat beasiswa bergengsi untuk melanjutkan sekolah ke Inggris.

Yang saya suka dari novel ini adalah kepiawaian pengarang, Lucy M. Montgomery, dalam menunjukkan imajinasi-imajinasi Anne. Tidak lupa, kejelian si pengarang dalam mendeskripsikan suasana alam Desa Avonlea yang sangat indah, bunga-bunga yang bermekaran berikut nama-namanya, pohon-pohon yang berbunga, atau sungai kecil yang mengalir bergemericik.

Karakter Anne juga unik. Anne adalah representasi karakter anak-anak yang memiliki imajinasi yang luas tak berbatas. Orang dewasa mungkin tidak akan memiliki ide untuk menamai bunga geranium. Tapi Anne punya. Dia memanggil bunga geranium dengan sebutan Bonny. Katanya, seorang perempuan pun tidak akan suka dipanggil “perempuan”, melainkan dengan sebuah nama!

Atau ketika Anne begitu terkesima dengan Jalan Utama saat kedatangannya untuk pertama kali ke Avonlea. Jalan Utama adalah sebuah jalan yang ada di desa tersebut. Pemandangannya sangat indah dan Anne kepikiran untuk menamainya “Jalan Putih Nan Membahagiakan”.

Serius, selama membaca novel ini entah berapa kali saya tersenyum geli akan tingkah laku Anne yang konyol sekaligus menarik. Anne of Green Gables pernah dibuat filmnya, namun saya belum pernah menonton film tersebut. Kendati demikian saya sudah merasa kenyang dengan imajinasi yang muncul bersamaan dengan ketika saya membaca novelnya.

Novel Anne of Green Gables konon penjualannya mengalahkan Harry Potter. Ini novel klasik sih, terbit jauh sebelum Harry Potter terbit. Tapi tidak heran juga kalau penjualan Anne of Green Gables melebihi 50 juta kopi. Soalnya saya sendiri mendapat pelajaran berharga melalui novel ini.

Lucy M. Montgomery seolah ingin menyampaikan pesan bahwa memiliki imajinasi adalah sebuah kebahagiaan yang lebih berarti ketimbang memiliki banyak berlian. Imajinasi dapat membantu seseorang melalui berbagai kesulitan yang dihadapinya. Imajinasi membuat seseorang memiliki semangat dalam menjalani hidup. Imajinasi lebih penting dari ilmu pengetahuan, seperti kata Albert Einstein. Sebab imajinasi tidak memiliki batas. Asalkan imajinasi itu tidak dibiarkan berkembang ke arah yang salah.

6 komentar pada “Berimajinasi bersama Anne of Green Gables

  1. “Lucy M. Montgomery seolah ingin menyampaikan pesan bahwa memiliki imajinasi adalah sebuah kebahagiaan yang lebih berarti ketimbang memiliki banyak berlian. ”

    review yg menarik, gan.
    salam…

  2. Sedihlah. Kan bikin sedih. Lagian Matthew itu kan orang pertama yg menyayangi Anne.

    Wow, novel aslinya. Tebel nggak tuh kalo font-nya rapat2? Tapi Teh Rini mah pasti cepet ya bacanya. Hehehe.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.