Kepik Oren dan Kepik Merah Jambu

Cerita tentang kepik oren yang tinggal di salah satu pot taneman bayem brazil ternyata masih berlanjut. Pagi kemarin waktu mau siram-siram di kebun, saya tengok keluarga kepik oren itu. Saya sempat bingung, warna sayap luarnya lain dari yang sebelumnya. Bukan oren muda, tapi oren rada merah jambu. Tapi saya yakin, dia juga pasti dari Negeri Senja. Warna langit kalo senja, kan, oren semu-semu merah jambu gitu.

Sebetulnya, ibu kepik oren masih ada di sana juga. Sementara kepik merah jambu (kayaknya, sih, dia bapak kepik) anteng aja di salah satu daun bayem brazil, ibu kepik kayak lagi gelisah. Nggak tau kenapa. Padahal anak-anaknya ada di sana. Keluarga kecilnya hadir di pot bayem brazil, jadi harusnya nggak ada yang bikin dia gelisah.

Continue reading

Keluarga Kepik Oren

Pada suatu sore, cuacanya bagus banget. Nggak ujan. Saya dan Akira ke kebun buat siram-siram. Sekalian mau mangkas satu pot bayem brazil yang nggak tumbuh sehat. Daunnya nggak ijo tua dan kecil-kecil. Malah kalo sempet, bayem brazil itu mau diganti sama benih yang baru.

Tapi kayaknya saya nggak bisa mangkas bayem brazil itu, deh. Soalnya ada seekor kepik warna oren muda.

Dulu pernah ada kepik merah di taneman singkong. Mau difoto, sebetulnya. Cuma dia kabur. Kaget gara-gara Kiara kepo mau nyentuh sayap luarnya. Abis itu kami nggak pernah nemu kepik lain. Sampe sore itu, saya nemu kepik warna oren di pot bayem brazil.

Continue reading

Robohnya Kemangi Kami (2)

Masih ingat taneman kemangi kami yang roboh?

Kemarin, kemangi itu mati. Waktu dia ambruk itu, akarnya juga sebetulnya tercabut. Kupikir, kalo batangnya kutegakin lagi terus kusangga pake batu, masalah selesai. Kemangi itu bakal idup lagi kayak sediakala. Ternyata nggak! Daun-daunnya jadi layu. Udah pasti akarnya nggak berfungsi, nggak bisa nyerep air dari dalem tanah.

Selain itu, banyak juga semut yang merayapi batang kemangi. Semut api, yang kalo sampe ngegigit kulit, bisa muncul sensasi gatal dan rasa panas.

Continue reading

Robohnya Kemangi Kami

Selama tiga hari berturut-turut, cuacanya nggak enak banget. Subuh-subuh udah ujan. Setelah reda, langit masih aja mendung. Lanjut ujan lagi. Mendung, ujan, mendung, ujan. Kayak gitu dari pagi sampe malem.

Sebenernya, ada enaknya juga, sih. Mendung dan ujan pas puasa bikin kita nggak haus. Tapi teuteup bikin BT kalo jemuran nggak kering dan nggak bisa pergi ke masjid buat bukber.

Ke kebun juga nggak bisa. Mau siram-siram, udah ada air gratis dari langit. Mau beresin kebun dan cabutin rumput, masa’ iya sambil ujan-ujanan?

Continue reading

Hujan Bermain dengan Tanah

Hujan itu lucu. Kadang, ia memperlihatkan dirinya dengan cara yang berbeda. Hujan menyapa tak selalu dengan menyentuh rambutmu, meski ia berasal dari langit.

Tadi siang hujan berhamburan dari awan menuju bumi. Seperti anak-anak ketika bubar sekolah dan menyerbu mama-mamanya yang menjemput di gerbang.

Sesampainya di bumi, hujan langsung bermain dengan tanah. Tanah yang kering sudah menanti hujan sejak pagi. Baginya, bermain dengan hujan sangatlah menyenangkan. Hujan membuatnya segar dan lentur. Mereka bisa bermain apa saja.

Continue reading