Jalan Pulang

Tak ada cara untuk kembali ke masa lalu
Sungai dalam perjalanan menuju laut
Trembesi tumbuh menjulang, menuju langit
Kupu-kupu tak akan menjadi ulat lagi

Tetapi masih ada jalan untuk pulang ke dalam batinku
Angin menyapu debu yang melapisi jalan
Kemarau merenggut rumput yang menutupi setapak
Hujan masih terlelap dalam awan

Dan aku menunggu bersama secangkir rindu
Kenangan telah mengendap di dasar kesabaran

Bahasa Tersirat

Kadang angin enggan bertiup
Ia memilih bersembunyi di balik rimbun daun
Menitipkan desir dalam tiap uratnya
Semakin tak ketahuan saja hadirnya
Tetapi ia tak pernah meninggalkan semesta

Begitu juga aku
Tak mesti kujulurkan kepalaku dari jendela
Hanya untuk menjumpai awan
yang berarak di atas kebunku
Aku selalu ada untuk melukiskan jejaknya

Kepak sayap kupu-kupu juga tak bersuara
Dan hujan kadang turun dalam hening
Kesunyian adalah kedamaian hakiki

Aku hanya ingin menciptakan bahasa yang tersirat
Tak perlu kamus untuk menafsir
Setiap pasang mata punya penglihatan yang berbeda

Itulah keindahan yang tak akan pernah surut
Layaknya sajak yang diwariskan penyair

Hujan, Seperti Puisi

Hujan yang tak pernah turun
di musim penghujan,
seperti puisiku buatmu
Terbelenggu mendungnya mega
yang enggan memberi celah
untuk jatuh ke tanah

Hujan yang turun diam-diam,
seperti puisiku buatmu
Menyebut namamu pelan-pelan
lalu menyembunyikannya
dalam rona kembang

Hujan yang turun dengan deras,
seperti puisiku buatmu
Mencurahkan semua rindu tanpa ragu
Menumbuhkan semua rumput
tanpa kendali

Hujan yang menjadi genangan,
seperti puisiku buatmu
yang menunggu kaubaca
Tetapi lantas lenyap diserap tanah
tanpa sisa

Secangkir Malam di Pagi Hari

Malam mencair
ke dalam cangkir
dijerang matahari pagi

Uap hangat meliuk-liuk
bergegas ke angkasa
menjelma gugusan awan

Waktu mengaduk
Denting berdetak
diiringi pusaran buih

Manis menyisip getir
Bulan dan gemintang larut
dalam pekat jelaga

Ampas menetap
menunggu senja
membasuh jejak

Hujan Kerasan di Rumahku

Subuh-subuh hujan mengetuk atap rumahku
Meluncur ke jendela
Mengintipku dari lubang ventilasi
Sebab tak kusambut hadirnya

Hujan terlampau lihai untuk kuabaikan
Ia menemukan celah di antara genting yang bergeser
Semalam seekor kucing terpeleset di atap
Mengejar tikus demi terus bertahan hidup

Hujan menetes dari plafon tua
Jatuh ke lantai, mengalir menelusuri garis-garis nat
Berusaha mencari kaki telanjangku
yang kusembunyikan di dalam selimut
Lalu menyebar jadi genangan
Memantulkan bayangan atap tempatnya masuk

Hujan menghambur hingga ke bawah sandal jepit
Bertutur tentang apa yang dilihatnya
saat masih dikandung awan

Hujan berbunyi kian keras
Menimpa cerita demi cerita
Tak juga berhenti ia berkisah
meski angin di luar mencarinya
dan petir memanggilnya pulang

Hujan kerasan di rumahku
Ubin menjaga dinginnya
Dan aku tak tahu kapan ia berhenti berkisah