Hujan itu lucu. Kadang, ia memperlihatkan dirinya dengan cara yang berbeda. Hujan menyapa tak selalu dengan menyentuh rambutmu, meski ia berasal dari langit.
Tadi siang hujan berhamburan dari awan menuju bumi. Seperti anak-anak ketika bubar sekolah dan menyerbu mama-mamanya yang menjemput di gerbang.
Sesampainya di bumi, hujan langsung bermain dengan tanah. Tanah yang kering sudah menanti hujan sejak pagi. Baginya, bermain dengan hujan sangatlah menyenangkan. Hujan membuatnya segar dan lentur. Mereka bisa bermain apa saja.
Capek bermain, hujan dan tanah berbaring di atas aspal. Sesekali mereka bergulir ke sana kemari. Sampai beberapa mobil dan motor datang, mereka berhamburan ke pinggir jalan. Termasuk ke pangkuanku yang kebetulan sedang lewat.
Padahal aku baru mandi, baru ganti baju dan celana. Pakaianku kotor lagi. Kutegur hujan dan tanah yang seenaknya mengotori pakaianku. Mereka malah tertawa. Bahkan ketika kucuci pakaianku itu, mereka malah senang berendam di dalam ember.
Ketika aku hendak membuang air cucian, hujan dan tanah yang telah wangi deterjen mengucapkan selamat tinggal. “Kami mau masuk gorong-gorong dan bermain di tempat lain,” pamit mereka.
Kuantar mereka masuk saluran pembuangan air. Mungkin sebentar lagi mereka akan bertemu kecoa dan bermain bersama.