Lapang

Di balik awan yang kelabu,
ada langit biru dengan matahari
yang terus membakar dirinya
demi menyebarkan pelita pada semesta.
Ketika gumpalan awan
menghadang jalan hantarnya,
hatimulah yang perlu kaulapangkan
untuk bisa menampung rintik hujan
yang melimpah.
Kelak, kau akan menemukan cara
untuk mengalirkan derai yang kauterima itu
kepada lautan,
yang menyimpan banyak mutiara
yang berkilau ditempa cahaya bulan.

Waktu Ujan Turun Ragu-ragu

Pada suatu hari, ujan turun ragu-ragu. Tanah jadi tetep kering karena nggak sempet nyerep lembap. Udara juga tetep panas. Ujan hari itu nggak ngasih dampak apa-apa terhadap semesta selain tanda tanya.

Bunga-bunga juga kayaknya kecewa di-PHP-in. Di langit, awan mendung. Tapi dia cuma ngasih ujan sefruit. Bahkan buat ngebasahin satu pot kecil aja kayaknya nggak cukup.

Kalo ujannya pelit turun gitu, bunga-bunga masih, nggak, ya, berharap pada ujan? Mereka siap, nggak, ya, ngadepin ancaman layu? Berapa harganya sebuah taneman bunga kalo nggak ada bunganya? Soalnya daun-daun aja bisa jadi kuning, terus berguguran. Bisa-bisa taneman itu nyisain batangnya aja.

Continue reading

Ketika Rasa dan Aroma Jalan Sendiri-sendiri

Gara-gara kompor nggak bisa nyala, terpaksa aku masak pake rice cooker. Masaknya dengan cara direbus atau dikukus. Nggak bisalah goreng-goreng atau tumis. Mau gimana lagi? Ini juga udah beruntung ada rice cooker multifungsi, hadiah pernikahan dari teman mertua saya.

Suatu hari, aku belanja ikan dan tempe. Ikannya akukukus, dibikin brengkes alias pepes ala-ala. Kebetulan masih ada sisa daun pisang selembar gede. Tempenya aku bikin pepes juga.

Ikannya aku kasih bumbu super duper simpel aja. Cuma bawang putih, garem, kunyit, ketumbar, dan daun jeruk biar nggak bau amis. Nggak pake kemangi soalnya udah bosen. Selama beberapa hari berturut-turut makan kemangi terus, ngabisin stok daun kemangi dari batangnya yang roboh.

Continue reading

Kepik Oren dan Kepik Merah Jambu

Cerita tentang kepik oren yang tinggal di salah satu pot taneman bayem brazil ternyata masih berlanjut. Pagi ini waktu mau siram-siram taneman, aku tengok keluarga kepik oren itu. Ada kepik baru. Warna sayap luarnya lain dari yang kemarin. Bukan oren muda, tapi oren rada merah jambu.

Ibu kepik oren yang kemarin juga masih ada di sana. Sementara kepik merah jambu anteng aja di salah satu daun bayem Brazil, ibu kepik kayak lagi gelisah. Nggak tau kenapa. Padahal anak-anaknya ada di sana. Keluarga kecilnya hadir di pot bayem Brazil, jadi harusnya nggak ada yang bikin dia galau.

Ibu kepik mondar-mandir jelajahin setiap tangkai dan daun bayem Brazil. Nggak cuma di pot bayem Brazil itu, tapi juga ngerambah pot-pot lain. Paksu nanem salah satu gulma yang tumbuh di celah-celah paving ke sebuah pot yang agak besar, bekas ember cucian yang udah bocor. Taneman itu nggak tau namanya apa. Dia tumbuh gede, rantingnya nyebar ke sana-sini, daunnya kecil dan jarang-jarang, dan berbuah kecil-kecil juga kayak blueberry.

Nah, ibu kepik oren terbang juga ke situ. Hinggap di salah satu daun, terus lompat ke taneman singkong yang masih bocil. Abis itu lompat lagi dia ke salah satu pot pitaya, terus lompat ke rok putih Akira yang mau berangkat sekolah. Dari rok Akira, kepik itu terbang entah ke mana.

Hm, apa kepik merah jambu itu tamu nggak diundang dan ibu kepik nggak suka dia ada di sana? Atau, kepik merah jambu itu suaminya dan mereka lagi berantem?

Setelah anak-anak berangkat sekolah dianter ayah mereka, aku metik daun-daun kemangi yang ditanem berseberangan sama pot bayem Brazil yang dihuni keluarga kepik. Rampung metik daun kemangi, aku tengok kepik merah jambu. Sekarang gantian dia yang jalan-jalan gelisah. Jelajahin setiap tangkai dan daun bayem Brazil kayak nyari-nyari sesuatu yang hilang. Apa dia nyari ibu kepik?

Sambil videoin polah kepik merah jambu, aku mikir-mikir lagi, sebetulnya dia itu jantan atau betina, sih? Warna merah jambu, kan, biasanya diasosiasikan sama feminitas. Liat aja perilakunya waktu lagi galau, mirip sama ibu kepik oren sebelum pergi tadi.

Tapi warna itu milik semua orang. Laki-laki ataupun perempuan boleh pake atau suka sama warna apa aja. Nggak ngerti gimana sejarahnya warna pink atau merah jambu bisa dianggap sebagai warna cewek.

Terus, soal tingkah si bapak kepik yang panik itu juga manusiawi, kok. Semua orang pernah panik. Bedanya, cowok bisa tetep tenang mungkin karena dia melibatkan sebagian besar logikanya ketimbang perasaan. Sementara cewek sebaliknya.

Tapi stigma kayak gini juga nggak pasti berlaku ke semua orang. Ada juga laki-laki yang lebay waktu berhadapan sama sebuah masalah. Sebaliknya, ada juga cewek yang bisa tegar waktu lagi ditimpa musibah. Semua bisa kayak gitu tergantung gimana kepribadian dia dibentuk.

Mungkin sama kayak gimana kami ngebentuk kebun ini. Bukan cuma sebagai sumber pangan bagi kami berempat atau siapa saja yang tinggal bersama kami, tapi juga sebagai semesta kecil buat beberapa jenis hewan, terutama serangga.

Sebelum aku selesai merekam, kepik merah jambu keburu terbang nggak tau ke mana. Mungkin nyari kepik oren.

Beberapa jam kemudian, aku kembali ke kebun buat masukkin sampah dapur ke komposter, setelah sebelumnya ke dapur dulu buat motong-motong sayur. Aku sempetin buat nengok keluarga kepik. Ibu kepik oren belum pulang. Kepik merah jambu juga. Nggak tau mereka bertualang sendiri-sendiri atau udah ketemu di rimbun taneman lain. Sementara anak-anaknya nggak keliatan. Apa mereka semua udah ninggalin pot itu, ya? Atau jangan-jangan mereka semua udah ninggalin kebun ini?