Musim kemarau berlangsung lama banget. Kebunku hampir mati kekeringan. Kemangi nggak berbunga lagi, lebah-lebah keilangan tempat main, daun kangkung kecokelatan dan keriting.
Gimana kabarnya jahe, kencur, dan kunyit di dalem tanah? Daun mereka layu. Setelah kugali… Ternyata mereka mengerut dan suwung. Sementara di sekitar mereka rumput-rumput menari-nari sama angin, kayak mereguk semua nutrisi yang aku kasih untuk taneman-tanemanku sampe abis.
Tapi, aku nggak mau nyerah. Kebunku juga nggak boleh nyerah. Air sumur terus berkurang, tali timba kupanjangkan biar bisa ngejangkau dangkal.
Kusiram semua tanemanku tiap hari. Dua kali dalam sehari: pagi buat bekel mereka ngadepin terik matahari siang, dan sore buat ngelepas dahaga biar mereka bisa tidur nyenyak di malem hari.
Tapi dari hari ke hari, kebunku tetep gersang. Ke mana ijo daun-daun? Ke mana merah bunga-bunga? Semuanya berubah jadi kuning dan cokelat. Semuanya berguguran seolah-olah mereka pulang ke tanah tempat mereka berasal.
Sementara rumput-rumput tetep tumbuh dan menari sama angin. Makhluk apa mereka itu? Nggak ringkih di bawah sengat sang surya?
Aku baru sadar. Kayaknya selama ini aku nggak nyiram tanemanku.
Selama ini, aku nyiram rumput.