About Rie Yanti

A wife, a mom, and a writer at Warung Fiksi. Please visit this page to know me more.

Robohnya Kemangi Kami (2)

Masih ingat taneman kemangi kami yang roboh?

Kemarin, kemangi itu mati. Waktu dia ambruk itu, akarnya juga sebetulnya tercabut. Kupikir, kalo batangnya kutegakin lagi terus kusangga pake batu, masalah selesai. Kemangi itu bakal idup lagi kayak sediakala. Ternyata nggak! Daun-daunnya jadi layu. Udah pasti akarnya nggak berfungsi, nggak bisa nyerep air dari dalem tanah.

Selain itu, banyak juga semut yang merayapi batang kemangi. Semut api, yang kalo sampe ngegigit kulit, bisa muncul sensasi gatal dan rasa panas.

Continue reading

Robohnya Kemangi Kami

Selama tiga hari berturut-turut, cuacanya nggak enak banget. Subuh-subuh udah ujan. Setelah reda, langit masih aja mendung. Lanjut ujan lagi. Mendung, ujan, mendung, ujan. Kayak gitu dari pagi sampe malem.

Sebenernya, ada enaknya juga, sih. Mendung dan ujan pas puasa bikin kita nggak haus. Tapi teuteup bikin BT kalo jemuran nggak kering dan nggak bisa pergi ke masjid buat bukber.

Ke kebun juga nggak bisa. Mau siram-siram, udah ada air gratis dari langit. Mau beresin kebun dan cabutin rumput, masa’ iya sambil ujan-ujanan?

Continue reading

Puisi Bulan

Malam gelap
Angkasa senyap
Bulan meminta cahaya pada matahari
Saat yang tepat untuk menulis puisi

Bulan adalah pujangga
Puisi-puisinya dia simpan dalam gugusan bintang
Diunduh majalah-majalah dan koran-koran
Ramalan tentang cinta dan peruntungan setiap pekan

Back At One

Konon, janji sama diri sendiri adalah janji yang paling mudah diingkari. Nggak tahu kenapa. Dan ini terbukti. Dari tahun 2011-an sampai sekarang, saya bisanya cuma bikin konsep cerita buat novel. Begitu dieksekusi jadi cerita yang panjang (novel atau novelet), selalu berhenti di tengah jalan. Ada aja alasannya. Nggak bisa ngembangin kerangka jadi cerita, idenya nggak logis, maunya sempurna, pas di tengah-tengah baru nyadar si tokoh utama nggak punya alasan kuat untuk beraksi, atau ceritanya terlalu melebar ke mana-mana.

Tapi kalau buat proyek ghostwriting, mau nggak mau saya harus menuntaskan ceritanya. Tentunya atas persetujuan klien. Emang beda, ya, komitmen sama orang lain dan diri sendiri. Salah satu alasannya yaitu karena ada motivasi uang. Sebagai ghostwriter, saya dibayar buat mewujudkan “mimpi” orang lain. Dan orang lain ngasih saya kepercayaan buat jaga rahasia.

Continue reading