Thinwall, Wadah Plastik yang Ringkih

Di setiap rumah, pasti ada wadah plastik kayak gini. Thinwall. Di rumah saya juga banyak. Plastiknya yang tipis bikin enteng dibawa ke mana-mana. Harganya yang murah bikin nggak hariwang kalau hilang. Kadang kalau ngasih makanan ke orang lain juga bisa pakai wadah thinwall ini biar nggak perlu dibalikin.

Saya nggak pernah sengaja beli wadah thinwall. Dulu memang saya pernah beli tahu susu atau kurma yang dikemas wadah thinwall supaya nggak ada sampah plastik sekali pakai. Dengan seringnya dapat nasi kotak dari masjid atau dikirimi makanan sama saudara atau tetangga, tanpa harus beli pun kotak kayak gini bisa membludak di rumah. Bentuknya juga nggak cuma kotak. Ada juga yang berupa cup. Besar dan kecil.

Wadah thinwall ini stackable alias bisa ditumpuk. Apalagi kalau tutupnya dilepas. Nggak bakalan makan tempat di lemari atau rak. Cuma, kalau wadah dan tutupnya dipisah, biasanya nanti suka bingung menjodohkan mereka lagi. Soalnya wadah thinwall ini walaupun ukurannya kelihatan sama, sebetulnya bisa beda. Tergantung merek atau pabrik yang ngeluarin mereka. Wadah yang bermerek Lux, nggak bakalan cocok dipasangkan sama tutup yang bermerek Klir.

Makanya biar terhindar dari kisah kasih tak sampai itu, saya suka menyimpan wadah thinwall sama tutupnya sekalian. Jadinya memang makan tempat. Tapi kalau buru-buru mau pake, nggak harus borosin waktu cuma buat nyari tutup yang pas.

Wadah thinwall bekas biasanya saya pakai buat nyimpen makanan lagi. Kalau ke pasar pun saya pakai buat wadahin ikan, ayam, daging sapi, tahu, atau jajanan. Demi mengurangi sampah kresek.

Thinwall ini nggak cuma buat makanan, tapi juga buat obat dan mainan anak-anak. Daripada sengaja beli wadah lain, mendingan pakai yang ada di rumah.

Tapi karena bahannya yang tipis itu, wadah thinwall ini juga gampil rusak. Tertekan dikit aja bisa sobek atau pecah. Begitu juga kalau nggak sabar melepas tutupnya. Udah nggak keitung lagi, deh, berapa banyak wadah dan tutup thinwall yang berumur pendek gara-gara cepat rusak itu.

Soal kualitas inilah yang bikin wadah thinwall nggak bisa jadi barang sustainable. Orang-orang sebetulnya udah sadar bahayanya kemasan plastik sekali pakai. Makanya mereka memilih pakai thinwall. Wadah plastik yang bisa dipakai buat di microwave ini pun diproduksi secara massal. Distribusinya juga nggak kalah masif. Dari produsen ke konsumen, dari konsumen ke sesama konsumen.

Tapi efeknya, masalah sampah teuteup jadi nggak ada habisnya. Wadah thinwall ini nggak bisa jadi solusi buat mengurangi sampah. Harganya yang murah bikin dia nggak berarti. Buat penyuka kepraktisan akut, kalau wadah ini habis dipakai meski baru satu kali, bisa aja langsung dibuang. Nggak kayak produk plastik premium yang kalau hilang bisa bikin si empunya kelimpungan dan riweuh mencari. Atau kegores dikit aja bisa bikin mewek dan patah hati. Malah kalau warnanya udah kusem-kusem pun tetep aja dipake.

Ujung-ujungnya, thinwall ini kalau nggak jadi clutter, ya, sampah. Dan kita nggak bisa membatasi orang lain untuk memproduksi atau mengonsumsi wadah ini. Walaupun kita keukeuh mengampanyekan sayang lingkungan, nggak bakalan ngaruh. Banyak alasan yang mungkin nggak bisa kita perbaiki meskipun menurut kita salah. Mendirikan pabrik wadah thinwall, misalnya, bisa membuka lapangan pekerjaan. Menjual makanan pakai wadah thinwall ini juga bisa melariskan produk mereka karena konsumen tertarik dengan kemasannya.

Mungkin, kita sendiri yang harus mengendalikan diri sendiri. Caranya bisa macem-macem. Contohnya, mengendalikan diri untuk memiliki (apalagi kalau di rumah sudah punya banyak), memakai yang kita punya, menolak dengan halus kalau ada yang menawari barang-barang yang sebetulnya nggak kita butuhkan, memperpanjang umur barang, atau meng-upcycle barang bekas yang kita punya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.