Kesempatan Kedua

Ketika kecil, aku tak pernah menyelidiki
di mana debu bersembunyi ketika hujan turun
Aku selalu berdiri di balik kaca jendela
Memandang hujan sambil memendam ingin
untuk merasakan pecahannya di telapak tanganku
Meski kutahu pecahan hujan akan membuatku terluka
Hujan, bagiku, boleh dilihat, tapi tak boleh dipegang

Aku juga tak pernah bersitatap dengan bintang-bintang
Malam adalah waktu terlarang untuk keluar rumah
Semua kelelawar terbangun
dan sayap lebarnya mampu merenggutku ke dalam gua
di dunia antah berantah yang membuatku tak bisa kembali
pada kehangatan rumah

Sekarang, aku punya lahan yang cukup luas untuk kujadikan padang bunga
Tetapi, tak satu pun bunga kutanam di sini
Selain mawar, yang kaukenal punya duri
dan mampu melindungi diri
Itu pun masih membuatku was-was
Sebab tangan-tangan jahil yang tahu cara mendekatinya tanpa harus merasa sakit

Apapun selalu membuatku cemas
Apapun selalu kupandang buruk
Kekhawatiran ini datang dari jendela rumahku yang lebih kecil dari mataku
dan mempersempit pandanganku

Aku ingin kembali menjadi kanak-kanak
Aku ingin bumi melanggar arah berputarnya
sementara kakiku berjalan mundur

Namun tak semudah itu
Arah jatuhnya hujan bisa menyimpang karena angin
Sinar matahari bisa terhalau gedung-gedung tinggi

Hanya pada daun-daun mudalah aku bisa meletakkan harapanku
Mereka pasti tahu,
bagaimana seharusnya menyerap air dari akar dengan baik,
bagaimana seharusnya memaklumi ulat-ulat yang butuh makan,
dan bagaimana seharusnya mereka memahami
bagaimana angin kencang mengajari mereka
untuk bertahan pada kekuatannya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.