Rumput-rumput Bandel

Rumput-rumput yang bandel,
Sekarang musim kemarau
Matahari terik memancarkan silau
Membakar tanah hingga jadi abu
Tapi kenapa kalian masih berani menatap langit biru?

Sekarang waktunya kalian tidur di dalam tanah
Jangan coba-coba memperlihatkan ubun-ubun kalian sampai musim hujan datang
Kalian sudah meneguk sisa hujan kemarin, bukan?
Jangan berharap apa-apa lagi dari awan

Rumput-rumput yang bandel,
Sudah lama aku mengenal kalian
Kalian yang tak kenal malu dan gentar
Tumbuh di mana saja, tak hanya di tanah yang segar
Tapi juga di celah batu paving, tembok pagar, pot-pot tanaman

Continue reading

Cukup Menjadi Sajak

Jika suatu petang kau mendapatiku datang ke pantai,
tak berarti aku ingin mengabiskan malam dengan menangkap ikan
dan mengambil mutiara dari dalam laut.
Cukuplah bagiku melihat permukaan laut berkilau karena cahaya bulan.

Begitu juga jika suatu saat kau melihatku datang ke sebuah taman,
tak berarti aku ingin memetik kembang sepatu dan menyelipkannya di daun telingaku.
Cukuplah bagiku melihat bunga itu mekar dan memperlihatkan benang sarinya pada dunia.

Sama halnya saat aku membisu karena cuaca terlampau cerah.
Aku tak mau mengusik hujan yang terlelap di dalam awan.
Cukuplah bagiku memandang dari jauh tanpa harus menyentuh.

Tak memiliki adalah kebebasan hakiki.
Aku tak pernah menggenggam senja ataupun bulan, bunga maupun hujan.
Namun aku mencintai mereka dalam jarak yang tak dapat dikerat.
Dan cukup bagiku untuk menjadi sajak yang berdiam dalam sebuah kitab.

alasan

angin sepoi-sepoi tak berarti lemah
ia menjaga daun agar tak lepas dari tangkainya

sungai yang mericik tak harus patuh pada air terjun
tetapi mungkin berbelok ke arah lain

dan awan mendung sengaja menimbun hujan
agar tak menjadi genangan yang memenuhi jalan

Kemarau di Kebunku

Tak ada benih untuk ditanam
Di dalam pot hanya ada sisa-sisa tangkai bayam brazil, kemangi, dan singkong
yang tumbuh dalam ancaman layu
Pitaya, adenium, melati, dan sansevieria,
semoga mereka mampu bertahan hingga musim berikutnya

Keluarga kepik mungkin sudah kembali ke kampung halaman mereka
Negeri Senja merayakan kemerdekaannya dari sergapan mendung
Tak ada yang lebih indah dari matahari terbenam dan langit yang hangat

Kebunku sepi di bawah matahari yang terik
Bahkan rumput-rumput tak berdaya meniru liukan angin
Atau dahaga akan kian tekun mengisap sisa air di akar
Sementara awan kehabisan hujan

Ada seekor kupu-kupu bersayap putih
Terbang di sela-sela rimbun daun kemangi lalu beralih ke tanaman lain
Sebab lebah-lebah sudah lebih dulu mengisap nektar
Dan seekor kadal mengintai di balik batu

Kupu-kupu itu belingsatan
Tak kerasan menghinggapi berbagai daun dan bunga di kebunku
Kaki-kakinya tak mampu menginjak daun-daun yang panas laksana bara

Aku juga tak bisa berlama-lama di sini
Meski rumah memberiku hangat berlebih
Kepalaku adalah sebongkah besi yang menghantar panas hingga mencapai sel darah dalam tubuhku

Dan seperti halnya musim hujan yang mereka genangan air di jalan, yang menghambat kakiku untuk melangkah
Musim ini pun aku tak dapat menjejak tanah dengan leluasa
Rasanya, lebih baik kubenamkan kakiku ke dalam sebaskom air

Padahal kemarau baru saja dimulai