You

You don’t have to be me
if you don’t want to,
if you think you can’t.
No one ever forces a leaf
to become a flower.

But you can draw the rainbow with your hand,
with or without rain and sunshine.
You can bring the moon to your side,
to talk with.
You can even be a single tree in the desert,
letting the dust cover your leaves
before the wind blows it to the ocean.

Ziarah

Kadang aku iri
Pada mereka yang berbaring di sini
Dalam kegelapan dan keabadian
Yang memberi mereka ketenangan

Padahal di luar sana, kereta demi kereta berteriak nyaring
Susul-menyusul, berkejaran
Sementara kendaraan tak henti-hentinya menciptakan bising
Lalu-lalang melindas jalan raya yang telentang

Seperti apa rasanya di alam kekal saat malaikat bertanya, “siapa Tuhanmu?”
Apakah kau lekas-lekas ingin bangun dan berharap itu mimpi buruk?
Terutama saat kau sadar, belum cukup waktumu mengenal Tuhanmu
Dan kau bersumpah tak akan tidur sebelum paham jalan hidup yang kauciduk

Tapi, buat apa terjaga?
Sudah tidak ada yang patut didengar di dunia
Dilihat pun hanya akan menyiksa mata
Tidak ada yang lebih baik selain terlelap saja
Menyerahkan raga kepada pertiwi
dan sukma kepada Ilahi

Mendaki Everest

Saya baru selesai nonton Everest, sebuah film tentang pendakian ke Puncak Everest. Filmnya udah lama dirilis. Bolak-balik wara-wiri di Prime Video juga. Cuma, saya baru tertarik nontonnya sekarang.

Gunung Everest itu tertinggi sedunia. Banyak pendaki yang berusaha menaklukkannya, tapi banyak juga yang meregang nyawa sebelum mencapai puncaknya. Itu gunung dinginnya nggak ada obat. Kebangetan.

Saking tingginya, salju sampe nutupin gunung itu. Nggak cuman puncaknya, tapi juga dari bawah-bawahnya. Para pendaki dalam film Everest berusaha bertahan hidup dengan kadar oksigen dalam tabung yang sangat terbatas. Belum lagi badai salju bolak-balik menerjang mereka.

Film ini sebenernya nggak menegangkan banget, sih. Tapi saya jadi ngebayangin gimana mencekamnya suasana menuju puncak tertinggi di dunia itu. Para pendaki itu harus mastiin temen-temen mereka selamat. Tapi mereka juga harus ngejaga diri mereka sendiri. Kalo ada yang tumbang, repot nyelametinnya. Continue reading

Silent as The Mountain

So many nights
I think about what everybody thinks
I never think about.
I always have a million words
But I never say them to the people,
Because of what they’re gonna think
About it.

So I talk to my garden.
I tell the leaves what I think of.
I show the sky how I feel,
Because I believe in them.

My garden will bury my sentences
In the ground.
Leaves will never overthink what I say,
And the sky will answer
With sunshine or rain.

I’m never afraid of nature.
It has mouth,
It has words
So much more than I do,
But it knows how to speak better.

Sometimes,
By the falling of the snow,
Sometimes,
By the singing of the birds,
And sometimes,
By coloring the plants with flowers,

Or,
Sometimes,
Just staying silent
As the mountain.

Kenapa Cabe di Kebunku Rasanya Pedes?

Di antara taneman-taneman yang gagal tumbuh di kebun kami, kayaknya cuma taneman cabe, deh, yang perjuangannya paling berat. Kami nanem dari bijinya. Waktu keliatan tunasnya, kami seneng banget karena ada harepan buat si biji cabe itu tumbuh jadi taneman. Soalnya bonggol sawi dan letus tewas sehari setelah direndem di dalem sebotol air. Bawang putih sempet ngeluarin akarnya, tapi malah membusuk.

Nanem empon-empon juga pernah. Kunyit cuma ngasilin daun yang lebar, tapi umbinya kecil banget. Sama kayak singkokng. Kencur malah membusuk di dalem pot. Dan nggak tau apa lagi, deh, yang gagal tumbuh di kebun kami.

Yang sukses berbuah juga ada, yaitu tomat. Waktu buahnya masih ijo-ijo, nggak langsung kita petik. Sengaja biar beneran mateng di pohon. Eh, nggak taunya pas udah merah, buah tomat itu dimakan tikus.

Paksu pernah beli bibit cabe yang berupa biji. Kami berdua ngikutin prosedur yang dijelasin di kemasannya. Di situ disebutin kalo bijinya musti direndem dulu sebelum disemai. Sebagai petani amatiran, kamu patuhin semua instruksinya.

Continue reading