Mungkin, sudah waktunya dan seharusnya, aku berhenti mengenalmu sebagai batu kecil yang tak dapat ditaklukkan hujan. Namun, apakah yang sudah mengubahmu jadi tanah liat? Tangan siapakah yang kaulekati hingga kau tunduk pada jemarinya yang membuat lekuk-lekuk pada permukaanmu?
Ketika Sajak Jadi Awan dan Cerita adalah Hujan
Adalah air mata yang menguap di atas tungku yang menyala-nyala
Menempuh perjalanan udara menuju biru mulia
Berarak tanya mencari jawab
Lalu turun kepada bumi yang kehabisan lembap
Belajar dari Puisi
Melalui puisi, aku belajar menundukkan kepala
membiarkan suaraku ditelan kertas
dan menempuh jalan menuju semesta yang jauh
di mana diksi-diksi bersemayam bersama imaji
Melalui puisi, aku ingin menjadi abadi
menyamarkan sejati dalam bait-bait kiasan
seperti sesendok kecil gula yang bersembunyi dalam secangkir kopi
yang menyentuh lidahmu dengan santun
Melalui puisi, aku belajar melepas gulana
menjadikan hampa sebagai satu-satunya harta
seperti randa tapak yang merelakan biji-bijinya kepada angin
untuk dibawa terbang dan tumbuh di padang rumput lain
Berbisik pada Dahlia
Biarkan aku berbisik pada dahlia
Menyembunyikan rahasiaku pada lapisan-lapisan mahkotanya
Mumpung angin tak bertiup dan kumbang-kumbang belum datang
Hanya ada aku dan dahlia di kebun ini
Menari-nari menanggapi kata-kataku
Membuat hatiku turut berbunga dahlia
dan akan menjadi dahlia meski kau mengatakan aku adalah lili


