Hai, Hujan!
Mataku seketika merekah saat petrikor berbisik bahwa kau datang.
Secepat rinaimu meninggalkan awan,
aku pun bergegas meninggalkan ranjang.
Hanya untuk melihatmu mengantar basah menembus tanah.
Seperti jarum yang mengantar benang menembus kain yang membentang.
Matahari belum juga melipat kelam.
Sementara bulan teronggok pasrah dalam remang.
Cahayanya tak lagi menyentuh pekarangan.
Aku tahu, kau tak sanggup lagi menahan rindu pada kebunku.
Pada daun-daun yang risau akan layu,
pada bunga-bunga yang tak sabar memberi warna dan wangi tubuh mereka untukmu.
Percikmu adalah kelakar yang mereka tunggu
setelah tanah yang mereka diami diempas tandus.
Ah, apalah artinya kebun tanpamu?
Ada kehidupan yang kau antar dalam setiap tetesmu.
Ditampung oleh bunga-bunga yang mekar,
yang kemudian mereka teruskan kepada akar.
Semoga tak ada luka dalam setiap rintik yang kaujatuhkan.
Sebab jika ada, maka perihmu akan menjadi lara bagi semua insan.
Selamat datang kembali di bumi.
Selamat menari bersama angin.
Dan selamat bernyanyi kembali di atas genting.