Ada kacamata berbingkai hitam tipis di atas meja
Entah milik siapa
Sudah setengah jam aku duduk di ruangan ini
Tidak seorang pun mengambil kacamata itu
Semua orang sibuk memperhatikan layar ponsel masing-masing
Semuanya tidak memakai kacamata dan tidak ada yang peduli dengan kacamata di atas meja
Kecuali aku yang bosan menatap gawai hingga kedua mataku akhirnya tertuju pada kacamata di atas meja itu
Awalnya kubiarkan saja kacamata itu
Bukan urusanku itu kacamata milik siapa
dan kenapa bisa ada di sana tanpa ada yang mengambilnya
Lama-lama aku jadi resah
Siapa pemilik kacamata itu?
Kenapa ia meninggalkannya di sana?
Kenapa ia tidak kunjung mengambilnya?
Apakah itu kacamata mainan sehingga tidak berharga?
Apakah kacamata itu milik seorang kakek yang sudah pikun?
Mungkin tadi ia duduk di ruangan ini, menunggu giliran diperiksa dokter
Sambil menunggu, ia membaca koran dan memakai kacamata itu
Ketika dipanggil dokter, kacamatanya ia lepas dan letakkan di atas meja
Setelah diperiksa dokter, kakek itu lupa mengambilnya dan langsung pulang atau menuju apotek untuk membeli obat
Seandainya benar dugaanku, kasihan sekali kakek itu
Ia tidak bisa membaca lagi kalau kacamatanya tertinggal di sini
Bisa-bisa, ia salah membaca dosis obat
Apa yang terjadi padanya kalau keliru membaca takaran obat?
Apakah ia tetap akan sembuh dari sakitnya, atau justru sakitnya tambah parah?
Atau yang lebih fatal lagi, kakek itu bakalan…
Ah, semoga dugaanku salah
Tapi kalau dugaanku salah, lantas siapa pemilik kacamata itu?
Nyaris satu jam aku menunggu giliran diperiksa dan berpikir tentang kacamata itu
Satu per satu pasien masuk ruang praktik dokter kemudian pulang
Benar-benar tidak ada yang peduli dengan kacamata di atas meja itu
Seolah kacamata itu adalah salah satu pajangan meja yang membosankan layaknya vas bunga
Tiba waktunya aku diperiksa
Menurut dokter, migrenku kembali kambuh karena aku kebanyakan pikiran
Memang betul
Aku tidak pernah merasa tenang kalau ada persoalan, bahkan persoalan kecil, yang belum selesai
Seperti ada duri kecil yang tersangkut di tenggorokan
Aku tidak bisa menelan kunyahan berikutnya dengan nyaman
“Tidak semua persoalan harus Anda selesaikan dengan tangan Anda sendiri,” nasihat dokter. “Anda bisa delegasikan sebagian tugas Anda, atau biarkan segala sesuatunya mengalir apa adanya. Anda harus pasrah dengan apa yang akan terjadi.”
Aku mengangguk saja
Ketimbang harus mendengarkan ceramah dokter yang lebih panjang lagi
Aku ingin lekas-lekas keluar dari ruangan ini dan melihat apakah kacamata itu masih ada
Ternyata, sekeluar dari ruangan dokter, kacamata itu sudah tidak ada
Juga di atas kursi, di tumpukan majalah dan koran
Mungkin saja ada yang membereskan ruang tunggu ini dan memindahkan kacamata tersebut dengan tujuan agar tidak pecah atau rusak
Tapi di mana-mana kacamata itu tidak ada
Aku semakin gelisah
Apalagi tidak ada orang di ruang tunggu ini
Aku adalah pasien terakhir
Tidak ada yang bisa ditanyai perihal kacamata itu
Apakah benar kacamata itu milik seorang kakek yang pikun dan saat aku diperiksa dokter, ia kembali untuk mengambil kacamata itu?
Bisa saja, kan, ketika di apotek kakek itu mendadak ingat kacamatanya ketinggalan di sini
Atau mungkin ada pencuri yang mengambil kacamata itu?
Tapi di gerbang ada satpam
Mustahil rasanya si pencuri bisa masuk dan… Apakah kacamata itu begitu berharga sampai-sampai ada seorang pencuri yang berani mengambilnya?
Ah, beginilah kalau dokter praktek hanya diasisteni mesin
Nomor antrena dicetak mesin
Yang memanggil pasien juga mesin
Tidak ada saksi
Kecuali CCTV
Tapi buat apa aku periksa CCTV hanya demi mencari tahu siapa yang sudah mengambil kacamata itu?
Aku meninggalkan klinik dengan membawa tanda tanya besar
Di mana kacamata itu sekarang?
Leher dan kepala sebelah kiriku berdenyut-denyut
Rasanya tidak tahan lagi
“Mari, Pak,” pamitku pada pak satpam yang pasti tidak mengerti soal kacamata misterius itu