Sebuah Pesan di Pagi Hari

Apa yang aku inginkan hari ini, Matahari, adalah jari kecilmu yang mengetuk jendela kamarku. Lalu, ditemani sorot hangatmu, aku berpikir tentang waktu, yang selalu mampu mengingat masa lalu dan membawanya ke hari ini.

Kenangan itu seperti secangkir kopi di hadapanku. Lebih banyak pahitnya daripada manisnya. Katamu, itu karena aku hanya menambahkan sedikit gula ke dalamnya.

Tetapi itu memang sengaja, Matahari. Aku tidak mau menambahkan terlalu banyak manis. Aku membiarkan pahit itu bertahan agar aku tidak lupa rasa sakit. Sebab sekali melupakan luka, penyembuhan justru semakin jauh. Ia menggerogoti waktu dan perhatianku.

Kadang, aku ingin menjadi seperti rumput. Tumbuh tanpa mengingat nasib pendahulu-pendahulunya yang mati karena ditebas. Tak takut dicibir karena tak seestetik tanaman-tanaman bunga yang sengaja ditanam. Rumput tumbuh tanpa memanggul beban apa-apa.

Kadang, aku juga ingin menjadi seperti awan. Berarak di atas bumi, menurunkan hujan tanpa peduli di bawahnya banjir atau kerontang.

Banyak sekali keinginanku, Matahari. Namun yang sangat aku inginkan pagi ini adalah kedatanganmu di kebunku. Rumah ini terlalu dingin sebab bediding semalam. Langit begitu bersih sehingga kau lekas kembali ke langit.

Singgahlah ke kebunku pagi ini dan embuskan napasmu ke dalam daun-daun. Biar aku tahu ke mana harus mencari hangat.

Published by


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Hayooo... Mau apa?