Cuaca tambah ngawur aja. Sekarang udah bulan Agustus. Udah musim kemarau dan suhu udara lagi panas-panasnya.
Tapi beberapa malem ini, aku liat langit sering mendung. Bulan sabitnya jarang keliatan. tadi subuh malah ada gludug. Nggak keras, sih, dan aku nggak liat langitnya emang mendung atau nggak. Kayaknya, awannya juga ragu mau nurunin ujan. Soalnya sekarang bukan giliran dia yang muncul.
Di kebunku, sebagian rumput pada mati. Kuning, kering, kayak abis kebakar gitu, Sebagian lagi masih berdiri tegak. Nggak mau kalah sama taneman cabe, tomat, dan kemangi yang kusiram tiap hari.
Ya. Aku usahain siram-siram kebun tiap hari. Kalo lagi rajin, bisa dua kali sehari. Kalo lagi kumat malesnya, sekali aja. Biasanya, sih, sore-sore. Soalnya kalo pagi, tanahnya suka keliatan lembap. Nggak tau lembapnya dari mana. Bediding udah berlalu soalnya malem-malem aku nggak kedinginan lagi.
Biarpun pagi-pagi tanahnya keliatan lembap, atau udah kusiram, siangnya udah keliatan retak-retak. Kayak kemarau panjang dan tanahnya nggak disentuh air sama sekali. Saking panasnya. Apalagi ini Surabaya.
Tapi, kok, bisa, ya, ada rumput yang tetep tumbuh dan idup? Dari mana mereka bisa dapat kekuatan? Doa ibu pertiwi?
Mungkin, ya. Siapa yang pernah denger bumi berdoa minta kesuburan? Nggak ada, kan? Tau-tau muncul rumput-rumput, bibit yang kita taruh di dalem tanah tumbuh jadi tunas, buah-buah ranum di pohon…
Ujan mungkin turun bukan atas kehendaknya atau karena awan udah kelebihan beban. Bisa aja ujan turun karena bumi yang minta. Bumi bisa berdoa kapan aja. Ujan pun bisa kapan aja ngabulin doanya bumi.
Cuaca ngawur, ujan di bulan Juli, mendung di bulan Agustus. Nggak ada yang patut disalahin. Semuanya terjadi soalnya pasti ada alasannya yang belum tentu kita tau.
Leave a Reply