Sejak kecil, saya dibiasakan mama jalan kaki ke mana-mana. Kami tinggal di Cicalengka, sebuah kecamatan di Kabupaten Bandung. Dulu itu, kami punya dua mobil di rumah. Satu dipakai kakak buat kuliah, satu lagi sengaja ditinggalkan di rumah.
Mobil yang di rumah itu berjenis pick up. Ayah saya membelinya buat ngangkut-ngangkut barang di kantornya, kalau perlu. Kalau tidak diperlukan, mobil itu disimpan di rumah. Bisa kami pakai kalau ada keperluan mendesak.
Sayangnya tidak ada sopir. Kalau mau pakai mobil itu, kami harus mencari tetangga yang bisa menyetir. Ibu saya tidak bisa menyetir. Bahkan kalau bepergian di Cicalengka pun, ibu saya memilih jalan kaki. Ojek ada, tapi tidak banyak. Orang-orang biasanya naik delman dari pasar atau seperti ibu saya: jalan kaki.
Sepeda?
Meski Cicalengka itu kebanyakan daerah pedesaan, sedikit sekali orang yang mengayuh sepeda. Malah kalau saya bandingkan dengan Surabaya, lebih banyak pesepeda di Kota Pahlawan ini. Padahal ini kota dan zaman now.
Orang-orang Cicalengka memang lebih banyak menggunakan kaki mereka sebagai alat transportasi. Teman-teman SMP saya malah sampai berjalan kaki lebih dari dua kilometer untuk bisa ke sekolah. Maklum, saat itu SMP negeri cuma ada satu di Cicalengka. SMP itulah idaman setiap orang. Tak peduli berapa jaraknya, mereka berusaha kerasa agar diterima bersekolah di sana.
Setelah sepeda motor mewabah, orang-orang memilih ngojek atau bawa sepeda motor sendiri kalau malas naik angkot. Orang-orang kaya baru malah dengan bangga pamer mobil. Gengsi teramat tinggi di Cicalengka.
Karena dibiasakan jalan kaki, saya pun lebih akrab menggunakan kaki saya ke mana-mana ketimbang naik ojek. Bahkan beberapa tahun lalu, sebelum hijrah ke Surabaya, saya sering ikutan jalan santai dan tidak pernah motong jalan. Pulang-pulang kadang bawa hadiah, kadang juga tidak. Tidak masalah. Karena dengan ikutan jalan santai itu, saya bisa melihat sudut lain dari Cicalengka yang belum pernah saya lihat.
Jalan-jalan solo ke Bandung pun kalau tidak naik angkot, ya, jalan kaki. Fifty-fifty-lah. Kadang ngangkot, kadang jalan kaki. Enak, bebas, jadi hafal jalan. Kalau nyasar, saya bisa nebak-nebak harus pilih jalan yang mana supaya bisa kembali ke titik awal atau tujuan berikutnya.
Di Surabaya ini pun saya sering jalan kaki. Ke pasar, sekolah, mini market. Saat jalan-jalan berempat pun kami tidak ragu jalan kaki kalau sanggup. Sejauh ini, tidak ada kendala yang kami hadapi selain panas dan hujan. Atau, julidan orang-orang yang merasa kasihan melihat kami (terutama si kecil) jalan kaki siang bolong. Dibilang tegalah, miskinlah karena tidak bawa atau sewa kendaraan.
Padahal orang tua kami membiasakan jalan kaki. Padahal, orang-orang di luar negeri juga biasa jalan kaki. Orang Indonesia itu sombong dan pemalas. Punya kekayaan dikit, pamer dan meremehkan orang lain. Punya motor, memandang rendah yang jalan kaki.
Buat saya pribadi, jalan kaki kadang menjadi sebuah kegiatan kontemplatif. Kadang saya nggak merhatiin jalan, kecuali kalau jalannya ramai. Saya berjalan kaki sambil melamun, mikir. Selalu muncul pikiran atau kalimat random dalam benak saya tiap kali melangkah. Dan saya tidak pernah tega menampiknya.
Saya tidak peduli berapa langkah yang sudah saya tempuh saat berjalan kaki. Saya lebih peduli pada apa yang saya pikirkan. Apalagi kalau jalan kaki sendirian. Saya mendapat kebebasan mau melihat apa, mendengar apa, berpikir tentang apa, merasakan apa, merencanakan apa.
Jalan kaki seperti memberi saya kesempatan untuk memutuskan sebuah hal tanpa merugikan diri saya sendiri. Semisal saya berpikir sambil mengemudikan sepeda motor atau mobil, tentu itu berbahaya buat saya dan orang lain. Kalau jalan kaki, asalkan tidak menyeberang, paling-paling saya kepleset, kaki terantuk batu, menubruk orang, dan itu jarang sekali terjadi. Ya… itu juga berbahaya, sih. Tapi risikonya kecil.
Entah sampai kapan saya sudi jalan kaki. Sampai saat ini, walaupun saya tahu jalan kaki itu capek, saya masih sanggup menjalaninya. Anggap saja latihan. Siapa tahu di masa yang akan datang kami tinggal di luar negeri yang orang-orangnya terbiasa jalan kaki.
Leave a Reply