Tiap hari, melati ngegugurin daun-daunnya. Hampir semuanya berwarna cokelat; cuma sedikit yang hijau. Kadang-kadang, bunganya juga ikut gugur walaupun baru mekar.
Sambil nyapu daun-daun melati itu buat dikompos nantinya, aku nanya dalam hati, emang nggak sayang, ya, melati itu sama daun-daunnya? Biarpun udah pada tua, daun-daun itu, kan, yang bikin melatinya punya identitas. Batang yang nggak berdaun sulit dibedain sama batang yang lain. Nah, daun-daun melati itu punya ciri khas yang ngebedain dia sama taneman lainnya. Pernah liat, kan, ada orang yang nerka-nerka nama taneman dengan mengidentifikasi daunnya?
Daun-daun itu juga yang ngelahirin bunga, yang bikin pekarangan rumah jadi wangi walaupun di deket pager ada selokan yang kotor banget. Pernah ada orang lewat yang sengaja metikin melati dari pohonnya, bahkan sampe mungut-mungut di tanah. Aku sebetulnya nggak suka ada orang metik-metik bunga gitu. Waktu kutanya kenapa dia suka ngambilin bunga melati, katanya buat wewangian di rumahnya.
Hm, alasannya simpel aja. Tapi dari situ, aku jadi sadar kalo mungkin melati ngegugurin bunganya biar orang gampang ngambil kalo ada perlunya. Melati di pekarangan rumahku emang udah tumbuh jadi pohon. Karena ditanem di deket pager jugalah banyak orang lewat atau kurir paket berteduh. Rata-rata, ranting yang berbunga di bagian atas. Yang bawah juga ada. Tapi ranting itu biasanya kami potong biar nggak ngalangin kalo kami mau lewat.
Aku sendiri waktu hamil kedua sering banget mungut bunga melati, terutama kalo mau pergi. Gara-gara mual dan idung lebih peka dari sebelumnya. Aroma bunga melati yang seger bikin aku jadi enakan.
Semua tanaman menghasilkan daun, bunga, dan buah buat diambil manfaatnya. Ketika semua itu nggak bisa kita jamah, tanemannya paham. Makanya dia ngelepas apa yang mereka punya biar bisa kita pakai. Taneman itu sendiri nggak takut kekurangan atau kehilangan karena…
… selama masih tumbuh, mereka bisa memproduksi lagi. Daun melati nggak pernah ilang karena kami nggak menebang pohonnya. Semua pohon di bumi ini percaya pada alam. Kalo alam nggak menghendaki mereka tumbuh, mereka bakalan mati.
Sejauh ini, kami nggak pernah ngeganggu taneman di kebun kami, kecuali kalo mereka ngeganggu. Kayak rumput. Soalnya taneman-taneman itu jadi habitat banyak hewan kecil.
Kami memang tukang kebun amatiran yang baru bisa bereksperimen dan berusaha bersyukur dengan hasil panen yang nggak melimpah. Gagal panen atau gagal numbuhin taneman juga sering kami alamin. Tapi kami nggak menuntut minta alam ngegantiin waktu dan peluh yang udah kami lepasin (kalo berharap, sih, iya, hehehe).
Karena, belajar dari melati, kami nggak akan pernah kekurangan selama hidup masih menghendaki kami bernapas.
Leave a Reply