Thriller???
Dari dulu saya ingin menulis cerita yang nyastra, juga cerita anak. Tidak pernah terpikir oleh saya untuk menulis cerita misteri atau fantasi. Berkolaborasi dengan penulis lain? Tidak juga. Pokoknya saya ingin menulis sendiri dengan idealisme yang saya punya.
Faktanya, ketika Brahm mengajak nulis bareng, saya terlampau excited sehingga saya terima ajakan itu. Tapi ketika tahu Brahm berhasrat menulis cerita thriller… Mampus!
Saya sering mimpi buruk dan aneh. Ketika saya ceritakan soal itu pada Brahm, “Itu thriller,” katanya. Tapi saya tidak pernah berencana membuat cerita thriller. Baca buku-buku cerita thriller saja ogah. Saya ini penakut. Dan membaca cerita-cerita thriller, selain membuat saya takut, juga membuat saya jijik. Apalagi kalau si pembunuhnya membunuh tokoh-tokoh lain dengan cara yang aneh, seperti Sylar dalam Heroes.
Cerita detektif juga pernah saya baca. Bukunya Astrid Lidgren atau Agatha Christie. Juga nonton serial Conan tiap Minggu pagi. Tapi minat saya terhadap cerita detektif cuma segitu-gitunya. Tidak pernah tumbuh dan berujung pada keinginan membuat ceritanya.
Anehnya, saya setuju saja dengan usulnya Brahm. Dan mulailah kami menggarap Satin Merah. Saya ingat ketika pertama kali menulis novel ini. Sudah masih amatir, bikin cerita thriller lagi. Aduh! Sepertinya ini sebuah bencana buat Brahm, sebagai partner kerja sekaligus mentor menulis saya.
Ketika draf Satin Merah rampung ditulis, kami berdua ragu menentukan genre. Ini misteri atau thriller ya? Kami tidak bisa menentukan genre mana yang paling tepat untuk Satin Merah. Gagas Media selaku penerbit juga meworo-worokan novel ini misteri-thriller. Jadi kalau ada yang bilang Satin Merah misteri atau thriller, silakan saja. Saya pribadi malas dipusingkan dengan klasifikasi semacam ini.