Pakansi Ning Semarang (Bag. 1: Siap-siap dan Berangkaaat…)

Awal 2014 kemarin, suami saya merencanakan liburan ke Semarang. Namun karena dia sibuk terus, rencana tersebut selalu ditangguhkan. Sampai akhirnya terwujud juga tiga minggu yang lalu.

Perjalanan ke Semarang ini bagi kami berdua merupakan sebuah tantangan. Pasalnya, kami membawa anak 18 bulan. Waktu ke Bandung, Kiara baru 10 bulan. Meski jarak jauh, karena di sana ada keluarga, kami tidak khawatir Kiara sakit, kehabisan baju, atau kelaparan. Toh, ada yang membantu kami. Sementara di Semarang kami tidak punya siapa-siapa. Jadi, apapun yang terjadi, hanya saya dan suami yang mengurus Kiara.

Sebagai antisipasi berbagai kemungkinan, kami mempersiapkan semuanya sejak jauh-jauh hari. Selain menentukan destinasi wisata, beli tiket, booking kamar hotel, mengemas-ngemas baju, kami juga mempersiapkan fisik kami untuk menjelajahi Semarang dan mengurus Kiara.

Meski Kiara sudah bisa jalan, saya dan suami memutuskan untuk selalu menggendongnya ke mana pun kami pergi di Semarang. Kalau tempatnya rada aman, baru deh kami membiarkan Kiara jalan kaki. Namun menggendong anak seberat sembilan kilo bukanlah hal yang enteng.

Makanya kami latihan menggendong Kiara sambil jalan. Jalan-jalan pagi dan sore rutin kami lakukan supaya bahu kami terbiasa dengan beban berat. Kiara digendong dengan gendongan ransel. Gendongnya bergantian. Berangkat sama saya, pulang sama suami, misalnya. Yang nggak kebagian menggendong, bawa ransel berisi jas hujan dan perlengkapan Kiara. Rutenya tidak jauh; masih sekitar rumah. Tapi ini sangat berguna untuk fisik kami selama di Semarang.

Persiapan lain? Minum vitamin C supaya badan tidak mudah sakit. Kalau Kiara sih, cukup disusui dan makan makanan bergizi. Dia sering kena flu, dan kalau tumbuh gigi badannya panas. Namun kalau masalahnya tidak serius-serius amat, kami tidak pernah membawa Kiara ke dokter. Cukup disusui sesering mungkin. Kan ASI juga berfungsi sebagai obat.

Jauh-jauh hari juga kami membuat daftar barang bawaan. Sebetulnya sih, barang bawaan kami ke Semarang tidak jauh beda dengan ke Bandung dulu. Cuma, jumlahnya lebih banyak. Di Bandung saya bisa nyuci; di Semarang tidak bisa. Ada jasa laundry di hotel. Tapi saya tidak mau pakai. Jadi harus bawa banyak baju supaya kami tidak sampai gatal-gatal lantaran memakai baju kotor seharian.

Oh ya, selain baju, kami juga membawa bekal makanan dan perlengkapan mandi, terutama buat Kiara. Saya dan suami bisa saja memaksakan diri pakai baju yang sama siang-malam, makan mi gelas atau beli makan di luar hotel sekalian berwisata kuliner, pakai sabun dan odol dari hotel. Kiara tidak bisa seperti itu.

Karena itu, saya bawa baju Kiara yang banyak, pampers, sabun cair (yang 2 in 1 dengan sampo biar praktis), obat-obatan, dan makanan instan. Kiara sudah bisa makan makanan orang dewasa, asal tidak pedas atau terlampau kecut. Tinggal disesuaikan dengan kemampuan mengunyah dan perutnya. Tapi karena khawatir tidak menemukan makanan yang cocok, makanan bayi instan pun “dihalalkan” buat jaga-jaga. Yang penting Kiara tidak kelaparan.

Sepuluh hari sebelum berangkat, suami mem-booking hotel. Tiga hari kemudian, beli tiket. Tinggal packing barang, dan itu akan saya lakukan sehari sebelum berangkat saja. Eeeh, Kiara sakit panas. Tidak parah sih, Kiara tetap lincah seperti biasa. Mungkin karena mau tumbuh gigi lagi. Namun kami khawatir sakitnya keterusan biarpun penyebabnya enteng begitu.

Setelah diberi obat, suhu badan Kiara pun kembali normal. Lha, sehari kemudian dia rewel sepanjang malam. Terus besoknya batuk pilek dan GTM. Saya sempat mau batal pergi. Tapi sayang juga mengingat persiapan sudah hampir 90%.

Ya sudah, akhirnya saya dan Kiara jadi ikut. Obat batuk pileknya tidak lupa dibawa. Syukurlah di hari keberangkatan, kondisi Kiara membaik. Di dalam kereta, dia lincah sekali. Tapi Kiara rewel lantaran kereta molor sampai tujuan. Saya sampai harus menggendongnya sambil berdiri, sampai Kiara akhirnya tidur…

4 komentar pada “Pakansi Ning Semarang (Bag. 1: Siap-siap dan Berangkaaat…)

  1. Ping-balik: 1000 Hari Pertama yang Penuh Kesan (Bag. 3) | rie yanti

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.