Beberapa waktu yang lalu, selama seminggu tukang sayur yang setiap hari keliling kompleks absen jualan. Bingunglah saya. Bagaimana saya bisa belanja? Ada pasar tradisional dekat rumah. Tapi saya males juga kalau harus belanja ke sana. Apalagi kalau pagi-pagi sudah mendung, terus hujan.
Sehari-hari, saya lebih sering belanja di tukang sayur. Walau rumah saya kebagian urutan terakhir, yang membuat saya paling-paling kebagian tempe tahu dan sayuran, tapi kehadiran abang tukang sayur ini sangat berguna buat orang yang males belanja ke pasar seperti saya. Selain itu, saya juga bisa pesan belanjaan. Harganya memang agak mahal sedikit dan suka terbatas. Tapi daripada capek jalan kaki atau tidak menemukan barang yang dicari padahal sudah keliling-keliling pasar, belanja di tukang sayur pun jadi alternatif utama buat saya.
Namun, harus saya akui, belanja di pasar tradisional lebih seru ketimbang di tukang sayur dan supermarket. Meski suasananya ramai dan bahkan ada beberapa yang selalu becek saat musim hujan, pasar tradisional menawarkan berbagai keuntungan, seperti:
Harga lebih murah
Saya pernah membeli ikan patin seberat enam ons di supermarket. Harganya hampir mencapai 20000. Sementara ketika saya beli di pasar tradisional, ukuran segitu bahkan tidak sampai 15000! Padahal kualitasnya sama saja. Malah kalau belanja di pasar harganya bisa ditawar jadi lebih murah lagi. Apalagi kalau belanjanya siang-siang 😛
Kesegaran
Di supermarket, sayur-mayur tampak segar karena disimpan di lemari pendingin berhari-hari. Sementara kalau di pasar kelihatan cepat layu karena ditaruh di atas lapak. Tapi itu justru menunjukkan kalau barang-barang di pasar lebih segar daripada di supermarket. Karena sayur-mayur di pasar didatangkan langsung dari ladangnya dan habis hari itu juga.
Hemat waktu
Kalau belanja di pasar tradisional, saya tidak perlu ngantre di kasir. Beli, langsung bayar. Kadang-kadang saya ngantre dilayani penjualnya. Tapi tidak seberapa lama dibanding dengan ngantre di kasir supermarket.
Praktis
Sejak masih lajang sampai sekarang, kadang-kadang saya belanja ke pasar tanpa mandi dulu. Apalagi dandan. Pertimbangannya, pasar kan becek. Sepulang dari pasar, kaki pasti belepotan lumpur. Tangan juga kotor dan bau amis karena menyentuh ikan. Jadi, lebih enak kalau ke pasar pakai baju biasa saja, dan belum mandi. Hehehe.
Barang bisa ditukar
Kalau beli barang permanen di pasar tradisional, misalnya baju atau perlengkapan makan, bisa ditukar jika ternyata barangnya tidak sesuai selera orang rumah. Tapi ini harus dengan kesepakatan dulu dengan si penjual.
Bisa konsultasi gratis
Bisa nanya-nanya ke penjualnya. Misalnya saya tahunya kencur adalah salah satu bumbu masak. Tapi kalau saya tanya khasiat kencur yang lain, si penjualnya bisa memberitahu, misalnya sebagai obat batuk. Saya juga bisa minta rekomendasi barang yang lebih bagus.
Menjalin pertemanan
Jangan malu berteman dengan pedagang. Kalau kita sering belanja ke lapak atau kios tertentu, misalnya, suatu waktu mungkin kita bakal dapat diskon atau hadiah lebaran. Hehehe. Mereka juga pasti bakal melayani kita dengan lebih baik dibanding pembeli lain. Karena kita sudah berlangganan pada mereka.
Sebetulnya sih, belanja di pasar tradisional, supermarket atau tukang sayur, itu pilihan saja. Semuanya menyajikan berbagai keuntungan dan hal-hal yang tidak bagus juga kok. Saya memilih belanja di tukang sayur karena saya males ke pasar. Tapi di waktu tertentu saya belanja ke pasar juga. Dan sesekali, saya belanja di supermarket. Semuanya saya coba. Karena di pasar tidak ada susu bubuk untuk Kiara, maka saya belanja ke supermarket. Karena di supermarket harganya lebih mahal, jadi saya belanja di pasar. Karena di tukang sayur saya tidak perlu capek-capek ke pasar, apalagi kalau saya sedang sakit, ya sudah saya belanja di tukang sayur saja.
Jadi, mau belanja di mana saja, itu tergantung kebutuhan. Teman-teman sendiri bagaimana?
Pingback: Kiara dan Anjing-anjing Kompleks | rie yanti