Memulai dari Diri Sendiri

Saya pernah bilang kalau kita harus bijak menggunakan plastik demi mengurangi sampah plastik yang kian hari kian menumpuk. Masalahnya, bisakah kita menerapkan prinsip tersebut bahkan sampai membuat perubahan di lingkungan sekitar kita?

Atau jika kita setuju bahwa hidup minimalis sangat menguntungkan, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Bisakah kita mengajak semua orang untuk hidup minimalis, untuk menggunakan berbagai benda sesuai kebutuhan saja?

Atau… di masa pandemi ini. Masih banyak orang yang abai, tidak pakai masker, tidak rajin cuci tangan dengan sabun, mengabaikan jarak. Lantas kita mati-matian mengingatkan mereka untuk mematuhi prokes atau protokol kesehatan. Apakah mereka lantas patuh?

Kita bisa bicara ini-itu, mengemukakan berbagai macam teori yang menurut kita benar, mengajak orang-orang untuk bertindak sesuai dengan yang kita pikirkan. Namun, perhatikan, apakah orang yang kita ajak benar-benar sependapat dengan kita? Apa mereka mau berubah? Apakah mereka benar-benar peduli?

Kita tidak tahu isi hati dan pikiran orang lain. Mungkin mereka punya pendapat sendiri, tidak peduli, atau tidak menyukai kita yang terus-menerus berkampanye gogreen, hidup minimalis, atau mengingatkan prokes covid-19.

Ujung-ujungnya, karena kita gencar beraksi demi prinsip yang menurut kita baik, tapi orang-orang memilih untuk masa bodoh, kita juga yang capek dan merasa apa yang kita lakukan sia-sia belaka.

Kalau teman-teman merasa seperti itu, yang bisa dilakukan adalah mengalah. Bukan mengalah dan membiarkan semua masalah bertambah parah, ya. Tetapi mengalah dengan menjadikan diri sendiri sebagai contoh.

Misalnya jika kita ingin mengurangi sampah plastik. Daripada terus-menerus melarang orang-orang di sekitar kita menggunakan kantong plastik, tapi mereka masih saja dengan santuynya menenteng belanjaan pakai kresek, mendingan kita memberi contoh dengan menggunakan tas belanja kain.

Eh, tapi gimana kalau kitanya sendiri juga males? Makanya kita mengajak orang-orang bertindak yang sama dengan kita supaya kita punya teman?

Ya, saya tahu. Banyaknya hal yang harus kita pikirkan dan hadapi membuat kita mendamba kepraktisan. Tidak sempat menyiapkan bekal, lupa membawa tas belanja dari rumah, atau kalau cewek, nih, enakan pakai pembalut sekali pakai daripada pembalut kain apalagi menstrual cup. Repot nyucinya, belum perawatannya. Beda kalau ada teman, karena ada yang mengingatkan kita.

Tapi paling tidak, kita sudah memulai dari diri kita sendiri. Bukannya kita tidak peduli orang lain atau kita merasa jauh lebih baik dari mereka. Tapi cara ini lebih efektif. Karena kita tidak memaksa orang lain. Kita seolah-olah berbuat untuk diri kita sendiri tapi kelak akan memberi pengaruh pada lingkungan sekitar kita. Lama-lama, orang lain akan menyadari bahwa apa yang kita lakukan itu benar.

Kalau teman-teman merasa yakin bahwa menggunakan sedotan bambu atau stainless lebih baik dari sedotan plastik, memakaikan anak clodi lebih baik dari pospak, menolak penggunaan tas kresek saat belanja, lakukan saja dan percaya dirilah. Kalau kita ragu, orang-orang akan menertawakan kita dan akibatnya kita malas meneruskan hal-hal baik yang sudah kita lakukan.

Selain itu, setiap orang pasti punya alasan sendiri untuk tidak melakukan yang seharusnya atau benar. Apa alasan seseorang membeli makanan dari luar selain karena malas bawa bekal atau bosan dengan masakan rumahan?

Ada kekhawatiran seseorang akan kehilangan pekerjaan kalau kita mengurangi penggunaan barang tertentu. Ya, kita bisa bilang apa? Banyak pihak yang terlibat dalam “dosa” ini dan tidak mudah untuk memperbaiki kesalahannya.

Jadi, kalau kita tidak bisa menggerakkan banyak orang, minimal kita menggerakkan diri kita sendiri. Mulailah dari diri sendiri sebelum kita menyuruh orang lain.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.