Laundry Today or Naked Tomorrow

Yang pernah pakai jasa penatu mungkin pernah baca kalimat itu. Kedengeran sadis, ya? Tapi saya terkesan dengan slogan di atas karena saya pikir itu bisa dijadikan pegangan buat mereka yang ingin jadi minimalis. Seperti saya.

Setiap hari, saya mencuci baju. Kalau tidak, berapa ember cucian yang harus saya rapel cuci di hari berikutnya? Saya bisa saja tidak memasak. Tidak ada makanan, bisa beli. Tapi kalau tidak ada pakaian, masa harus mendadak beli?

Piring juga begitu. Hanya ada empat piring yang kami pakai untuk tiga kali makan dalam sehari (eh, ini piring buat makan, ya, bukan piring saji untuk menyajikan makanan). Di lemari, stok piring makan masih banyak. Tapi yang kami pakai yang itu-itu saja. Sengaja. Kalau disediakan banyak piring, nanti saya malas nyuci. Ujung-ujungnya piring kotor menggunung. Jadi sehabis makan, cuci piring.

Itu salah satu keuntungan menjadi minimalis. Jadi rajin. Karena barang yang kita miliki terbatas jumlahnya, jadi kita harus rajin merawatnya. Setelah digunakan, kita bersihkan dan simpan lagi ke tempatnya semula.

Terlihat merepotkan, ya. Tapi itu merupakan apresiasi kita terhadap barang yang kita miliki. Memperlakukan barang dengan baik akan membuat barang tersebut tahan lama. Kita jadi tidak perlu sering-sering membeli sebuah barang karena kondisinya masih bagus walaupun sering kita pakai.

Banyak yang salah kaprah dengan mengartikan minimalis sebagai pelit. Bukan. Minimalis bukan berarti pelit. Minimalis berarti memiliki barang secukupnya dan menggunakannya sebaik mungkin. Jadi, boleh-boleh saja punya piring dua lusin, kaos warna hijau 10 potong, sepatu tiga pasang. Asalkan semuanya kita gunakan. Bukan semata jadi pajangan. Kalau tidak digunakan, sebaiknya dikeluarkan (disumbangkan).

Bagaimana kalau kita masih sayang dengan barang tersebut?

Rasa sayang terhadap sebuah barang bisa diwujudkan dengan menggunakan barang tersebut. Tahu, kan, anak kecil kalau senang dengan satu baju, dia bisa mengenakan baju tersebut sesering mungkin. Cuci-kering-pakai. Seolah tidak ada baju lainnya. Padahal, baju itu mungkin mengandung spark joy, seperti yang disebut Marie Kondo, yang membuat anak senang mengenakannya.

Seperti itu minimalis. Miliki sedikit saja barang, tapi benar-benar kita gunakan dan kita senangi. Memiliki banyak pakaian, tapi jarang sekali atau lebih parah lagi tidak pernah memakainya, hanya menuh-menuhin lemari dan… untuk apa? Kita belanja atau membeli sesuatu karena butuh, bukan ingin. Butuh pun perlu dicermati lagi. Kalau hanya butuh sesaat, meminjam atau menyewa lebih disarankan ketimbang membeli dan memiliki. Sekalipun barang tersebut dibanderol dengan harga yang amat murah.

Minimalis juga mengutamakan kualitas, bukan kuantitas. Kita mungkin memerlukan barang cadangan. Dan itu tidak perlu sampai banyak jumlahnya. Lebih baik memiliki satu saja tapi multifungsi dan tahan lama. Atau siapkan satu barang cadangan dengan syarat, harus tahan lama dan sesekali digunakan.

Minimalis mengajarkan kita untuk bersyukur dan merasa cukup dengan apa yang kita miliki. Tidak mudah untuk mencapai level seperti itu. Kita terbiasa memiliki lebih dengan alasan untuk cadangan atau anggapan bahwa suatu hari nanti mungkin kita akan membutuhkannya. Bisa juga demi prestise.

Sementara di luar sana, ada orang yang menginginkan apa yang kita miliki dan hanya bisa membayangkannya. Ironis, ya?

Karena itu, saya rasa slogan laundry yang menjadi judul tulisan ini patut dicamkan dan diterapkan. Tunggu apa lagi? Cucilah bajumu hari ini atau besok kamu tidak mengenakan apa-apa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.