Kematian

Saya selalu menolak bicara tentang Kematian. Namanya saja sudah menyeramkan begitu, apalagi kepribadiannya. Namun belakangan ini otak saya sering menyebut-nyebut Kematian. Sebab Kematian berkali-kali mendatangi saya.

Dulu saya punya imaji macam-macam tentang Kematian. Kematian selalu memakai jubah hitam dan perawakannya tinggi besar mirip raksasa. Tangannya menggenggam gagang kapak baja. Suatu saat ia akan mengayunkan kapak itu dan menghantamkannya ke leher seorang manusia, tanpa diduga kapan waktunya.

Imaji lain, Kematian berwujud kanker. Ia berdiam di dalam tubuh seseorang dan perlahan-lahan menggerogoti isi tubuhnya sampai habis.

Tapi, Kematian berwujud algojo berkapak hanya ada dalam cerita, bukan keseharian saya. Jadi saya pun terbebas darinya. Begitu juga dengan Kematian berwujud kanker, hanya ada dalam tubuh penderita kanker. Saya yang tidak mengidap kanker pun merasa aman-aman saja.

Namun, suatu saat saya akan mati. Kematian akan membawa saya pergi ke alam lain.

Ketika saya menuliskan pertanyaan itu di atas kertas, Kematian mendadak muncul dalam pena saya. Saya tidak bisa lagi menulis. Tapi saya tidak mau menyerahkan diri saya pada Kematian begitu saja. Saya nyalakan komputer. Kematian pindah ke dalam monitor. Saat monitor dinyalakan, saya bertatap muka dengannya.

Kematian terus menemui saya setiap hari, setiap waktu. Ia ada di bak mandi, sikat gigi yang saya pakai, baju yang saya kenakan, kompor gas, piring, nasi, susu, pintu, sandal, kucing, rumput…

Kematian ada di mana-mana!

“Kenapa kamu datang secepat ini?” tanya saya pada Kematian. Jujur, saya tidak siap menghadapinya.

Kematian tertawa. Saya tambah takut. Ingin sekali membaca Ayat Kursi. Tapi Kematian tidak dapat diusir dengan doa apapun.

“Kenapa kamu bingung begitu?” Kematian balik bertanya. “Aku kan sudah datang berbarengan dengan kamu lahir. Masa kamu tidak ingat?”

Saya menggeleng. Apa yang bisa saya ingat ketika bayi dulu?

“Aku muncul ke hadapanmu sekarang supaya kamu ingat aku,. Karena sepertinya kamu sudah melupakan aku. Bahkan menyingkirkanku seolah kamu sangat berkuasa atas hidupmu,” tambah Kematian.

Tiba-tiba Kematian melenyap. Meninggalkan saya yang masih bingung dengan kata-katanya.

“Aku akan selalu bersamamu. Tapi kamu tidak usah takut. Aku akan memberimu kesempatan untuk melakukan apa saja yang seharusnya kamu lakukan.”

Suara Kematian menggema di kamar saya, hingga mata saya terpaku pada jam dinding.

Barangkali Kematian bersembunyi di sana.

5 thoughts on “Kematian

  1. Keren… cerita yang keren. Dalam hadits Rasulullah banyak mengingatkan kita untuk ingat mati. Karena dengan ingat mati, maka kita tidak akan melakukan perbuatan yang tidak benar. Menulis cerita ini berarti sudah melakukan perbuatan yang diminta Rasulullah. Hebat!

  2. Pingback: Kematian | Cerita Rie

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.