Seekor ulat jatuh dari pohon belimbing. Warnanya hitam dan berbulu. Kadang ada juga ulat hijau atau kuning. “Jangan dibunuh,” cegah suami saya saat saya mengambil ulat itu dengan sumpit.
Saya pun mengurungkan niat membunuh ulat itu. Tapi, apa yang harus saya lakukan dengan ulat tersebut? Kalau dibiarkan saja, ia bakal berkembang biak. Bulu-bulunya juga bisa terbang ditiup angin dan bikin gatal-gatal.
Namun demi seekor kupu-kupu yang cantik, dan memang saya tidak seharusnya membunuh binatang, saya buang saja ulat itu ke tanah kosong di belakang rumah. Mungkin tidak lama lagi ia akan berubah menjadi kupu-kupu.
Masalahnya, ulat yang mendiami pohon belimbing di rumah kami tidak hanya satu atau dua ekor. Kejadian ulat jatuh terjadi setiap hari. Tidak jarang yang jatuh adalah ulat mati, yang dengan mudahnya tertiup angin sehingga bulunya menyebar ke segala penjuru dan membuat badan kami gatal-gatal.
Penasaran, mama mertua pun menyelidiki pohon itu. Di celah batangnya yang bercabang, berkumpul para ulat. Ketika kami mengambilnya satu per satu, banyak ulat yang berusaha melarikan diri ke batang atas yang tumbuh menembus plafon.
Suami saya yang semalam sebelumnya lebih gatal-gatal dari sebelumnya, mendapati ada lebih banyak ulat lagi yang bersembunyi di plafon. Lebih banyak dari ulat yang bersembunyi di celah batang dan di balik peralatan masak yang digantyng di pohon belumbing tersebut.
Perang pun dimulai. Suami saya membakar ulat-ulat itu. Tanpa memakai pelindung selain kaos dan celana pendek. Alhasil, bulu-bulu ulat itu beterbangan dan suami saya menderita gatal-gatal di sekujur tubuhnya. Padahal tadinya dia mau kondangan bersama Kiara. Batal deh gara-gara perang itu.
Tapi hasilnya lumayan. Banyak ulat yang mati. Untuk sementara, kondisi aman.
Berikutnya, menebang pohon belimbing. Sayang sih, tapi apa boleh buat? Kalau dibiarkan nanti ulatnya muncul lagi. Cuma sebelum pohon itu ditebang, sisa ulat harus dibasmi. Kami menyemprotnya dengan ramuan bikinan sendiri, yang terbuat dari air, minyak tanah, garam dan deterjen. Paling tidak, pak penebang pohon tidak harus menemui banyak ulat nanti.
Saatnya pohon ditebang, kami berempat mengungsi ke Country Heritage. Pulang-pulang, tidak ada lagi pohon belimbing.
Halaman belakang jadi terang. Dan aman. Tapi, kok kayak ada yang aneh ya. Saya jadi kehilangan buah belimbing manis.
Selain itu, ratusan kupu-kupu tidak akan pernah lahir. Dan saya jadi kepikiran, di balik sayap indahnya, mungkin seekor kupu-kupu menyimpan banyak cerita. Dianggap jijik atau bahkan menakutkan, dibasmi, kehilangan banyak saudara hingga hidup sebatang kara, dikejar-kejar. Hidupnya tidak pernah tenang karena wujud asalnya, juga keelokan sayapnya.
Saya tidak tahu mana yang sebenarnya harus dilakukan. Tapi demi kesehatan, keamanan dan kenyamanan (apalagi saya punya anak yang masih kecil-kecil), membasmi ulat-ulat itu adalah satu-satunya cara yang kami pilih.