Rumput buat Papa

Papa suka rumput. Dulu setiap hari papa bermain dengan rumput. Tanpa rumput, papa cuma akan berbaring di kasur. Atau menonton teve sampai matanya berkunang-kunang.

Papa sayang sekali pada rumput dan tidak suka kalau mereka gondrong. Karena itu papa selalu memotong rumput sampai rapi, seperti memotong rambut anaknya yang lelaki.

Sekarang papa tidak lagi bermain dengan rumput. Tidak juga berbaring di kasur atau menonton teve sampai matanya berkunang-kunang. Papa sekarang ada di langit. Saban pagi dan sore papa suka menyiram halaman rumah sampai rumput tumbuh setinggi lutut. Continue reading Rumput buat Papa

Hidup

Pagi ini dingin. Saya malas bangun. Lebih enak tidur sampai siang, sampai udara hangat. Tapi ada yang menarik selimut saya. “Bangun,” suruhnya. Saya membuka kelopak mata. Hidup ada di depan mata saya. “Ah, kenapa kamu tidak membiarkan saya tidur sampai siang?”

“Udara pagi baik bagi kesehatan,” dalihnya. “Ayo bangun, dan buatkan aku sarapan.”

Meski masih mengantuk, saya terpaksa bangun, cuci muka dan gosok gigi, kemudian membuat sarapan untuk Hidup.

Selesai sarapan saya mandi, bekerja sampai siang, istirahat sebentar, bekerja lagi sampai sore, istirahat sebentar, bekerja lagi sampai malam. Semua atas permintaan Hidup. “Saya capek,” keluh Saya pada Hidup. “Haruskah saya begini setiap hari? Tidak bolehkah saya bermain-main?”

Continue reading Hidup

Keputusan Fung Lin

“Fung Lin, bagaimana kabarmu?” tanya saya melalui telepon.

“Aku sudah membaik sekarang.”

“Syukurlah. Bagaimana Rafi? Dia masih menghubungimu?”

“Iya dong. Dia janji akan mengajakku keluar minggu depan.”

“Janji? Kamu percaya dengan janji Rafi? Dia kan politikus. Janji-janjinya nggak bisa dipercaya.”

“Aku percaya dia kok,” tukas Fung Lin tanpa ragu.

“Ih, kok bisa sih?”

“Bagaimana lagi? Hanya itu yang bisa aku lakukan. Lagipula kamu tahu sendiri, aku sangat menginginkan Rafi dan ciuman di bawah hujan. Aku dan Rafi belum pernah melakukannya. Minggu depan itu, kalau kebetulan hujan turun, aku dan Rafi akan melakukannya.”

“Lho, bukankah Rafi sudah menciummu di bawah hujan?”

Continue reading Keputusan Fung Lin

A Month

30 days pass, fast as train
We have seen a wonderful blooming rose
Two beautiful flying butterflies
The colorful spreading rainbow
We sail and keep sailing
On the small river
Someday we find a place
Where we will memorize these days

To Aa,
thank’s for giving me a new happiness

Panghegar

I
Bunga yang masih kuncup juga mampu merasakan tetes hujan
Andaikan kelopak menutup, ia akan merasakan percikannya di dahan
Lalu saat hujan berhenti, ia akan mekar keesokan harinya
Sebab hujan berganti jadi matahari yang membangunkan semesta dari tidur nyenyak

II
Bunga yang sudah mekar pun selalu mendamba hujan
Ia selalu ingat saat masih kuncup dan percikan hujan yang pertama kali ia rasakan
Hujan yang kemudian mengalir ke seluruh bagian tanaman
Hujan yang menjadikannya bunga yang indah