Bon Appetit, Kiara!

Pada 27 April kemarin, Kiara genap enam bulan. Lulus ASIX dan sudah waktunya diberi MPASI. Hal pertama yang terbersit dalam pikiran saya adalah menu. Menu makan bayi jelas tidak sama dengan menu makan orang dewasa. Sebab sistem pencernaan bayi masih sensitif. Lambung bayi masih sangat kecil (tengok saja ukuran perutnya). Kalau sembarang diberi makan, bisa-bisa berdampak tidak baik terhadap kesehatannya.

Makanya selama kira-kira sebulan saya browsing sana-sini tentang menu MPASI. Ada dua pendapat mengenai MPASI awal. Menurut Wied Harry, seorang pakar gizi, MPASI awal sebaiknya berupa pure buah, karena buah mengandung karbohidrat yang mudah dicerna. Teksturnya pun harus encer menyerupai ASI, dan secara bertahap dibuat kental. Porsinya tidak usah banyak-banyak; cukup 2-3 sendok teh, dan diberikan satu kali saja dalam sehari selama satu bulan pertama. Namun sebagai awalan, dicoba dulu selama 2-3 hari dengan menu yang sama. Tujuannya untuk mengetahui reaksi tubuh bayi terhadap makanan tersebut.

Akan tetapi, ada juga ahli yang berpendapat kalau serealia atau bubur tepung lebih aman bagi bayi dan tidak berpotensi menimbulkan alergi. Silang pendapat ini tentu saja menambah kebingungan.

Kalau saya baca pengalaman para ibu, ada yang patuh pada saran Wied Harry. Ada yang memberikan pure buah tunggal hanya selama seminggu. Ada juga yang langsung memberikan serealia. Atau serealia dan pure buah dalam sehari. Agaknya, pemberian MPASI didasarkan pada beberapa pertimbangan. Misalnya efisiensi waktu dan tenaga, ketersediaan bahan makanan, serta kondisi bayi itu sendiri. Lagipula, pemberian MPASI awal bersifat trial and error. Kita tidak tahu kan bayi suka atau tidak, cocok atau tidak dengan makanan yang diberikan.

Akhirnya, seraya antusias sekaligus khawatir akan ketidakcocokan makanan dan ketidaknyamanan pada saluran pencernaan Kiara kelak karena harus beradaptasi dengan asupan baru, saya putuskan untuk memberikan Kiara pure buah sebagai MPASI awal. Selama satu minggu, buah yang dipilih adalah pepaya untuk tiga hari, pisang ambon dan melon masing-masing untuk dua hari. Untuk pepaya dan melon, keduanya saya ambil bagian yang dekat biji. Dipotong kecil-kecil, lalu dilumatkan di saringan kawat. Hasilnya didapat air buah tersebut. Keduanya tidak saya campur dengan ASIP (ASI perah) karena teksturnya sudah encer. Sementara untuk pisang ambon, saya kerok tapi tidak sampai bagian biji karena bisa menimbulkan sembelit. Dan meski sudah disaring, tetap saja teksturnya kental. Karena itu saya campur ASIP hingga teksturnya benar-benar encer.

Kiara saya suapi pure buah sambil dipangku. Sedikit merepotkan kalau tangan dan kakinya ingin ikut memegang sendok dan mangkok. Dan setiap kali disuapi, ekspresi wajahnya biasa saja. Tidak antusias seperti disendoki ASIP. Tapi dia juga tidak menolak. Hanya kadang pada suapan pertama, Kiara agak bengong. Mungkin terkejut dengan rasa baru yang dia kecap. Lalu, dua sampai tiga sendok teh pure buah dia habiskan tanpa perlawanan. Yang lebih melegakan, diberi tiga jenis buah tersebut tidak ada tanda-tanda alergi (TATA) pada tubuh Kiara.

Untuk MPASI awal, tidak harus sedia menu yang berbeda setiap harinya. Satu jenis buah atau makanan berlaku untuk dua hari. Karena pada dasarnya, MPASI pada periode 6-12 bulan lebih merupakan proses belajar makan dan pengenalan makanan kepada bayi. Karena itu porsinya juga tidak perlu banyak. Jangan menuruti keinginan bayi. Tidak mentang-mentang bayi makan dengan lahap karena rasa makanannya yang manis, atau rewel terus sampai dikira masih lapar, lantas kita memberinya makan lebih dari tiga sendok teh. Justru dengan porsi yang dibatasi, anak bisa belajar untuk tidak makan berlebihan dan rakus serta mampu mengontrol keinginan.

Selain itu, semua makanan hendaknya tidak diberi gula maupun garam. Setidaknya sampai anak berusia satu tahun. Jadi selama enam bulan, biarkan bayi mengenal rasa asli makanan yang masuk mulutnya. Penambahan gula hanya akan membuat bayi kelak adiksi makanan manis dan menyebabkan kerusakan gigi, obesitas hingga diabetes. Sementara penambahan garam bisa memperberat kerja ginjal bayi. Kalaupun mau dicampur bahan lain, misal pada pure buah atau bubur tepung, cukup ASIP, bukan susu formula ataupun madu. MPASI yang baik juga MPASI rumahan, bukan kemasan. Jangan khawatir soal rasa hambar. Karena bisa saja istilah “hambar” hanya ada pada kamus orang dewasa, yang sudah mengenal berbagai rasa makanan. Dalam kamus bayi, mungkin tidak ada istilah “hambar”.

Ngomong-ngomong, dalam hal pemberian MPASI, saya mendengar bisikan, “porsinya kurang, harus ditambah, kasihan anaknya masih kelaparan”, “kok tidak pakai gula? Nggak ada rasanya dong”. Bahkan, waktu Kiara masih berumur empat bulan, ada yang menyuruh saya memberinya makan, gara-gara Kiara rewel terus. Kalau teman-teman mendengar bisikan yang sama, abaikan saja. Kalau mengikuti, salah-salah anaknya nanti kenapa-kenapa.

Makanya saya kepengin penyuluhan tentang ASI, ASIX, dan MPASI lebih digalakkan. Jangankan di pelosok-pelosok desa, di pelosok-pelosok kota pun informasi mengenai pemberian ASI, ASIX dan MPASI masih minim diterima masyarakat. Persepsi “anak rewel tanda kelaparan” dan “ASI tidak bikin bayi kenyang” harus diubah. Demi masa depan dan kesehatan bayi itu sendiri.

Itu sekadar masukan. Sekarang, saya harus menyusun menu MPASI Kiara untuk hari-hari berikutnya. Hari ini, Kiara saya beri bubur beras merah. Bubur saya lumatkan dulu kemudian disaring, lalu dicampur ASIP biar encer. Besok, menunya mungkin sama. Besoknya lagi… Hm, sepertinya saya harus rajin ke pasar nih…

6 thoughts on “Bon Appetit, Kiara!

  1. Wah, boleh juga ibu yang satu ini. Untuk memberi makan anak saja, sampai melakukan riset. Saya dulu tidak tahu bagaimana bundanya Zidan dan Zelda. Saya percaya padanya. Hehehe.

  2. Aku kan tiap hari kerjanya browsing2 ttg merawat bayi, hehe… Yaaa drpd nanti salah kasih makan terus berakibat fatal pd Kiara, kan bisa gawat, Pak.

  3. Pingback: Bon Appetit, Kiara! | Cerita Rie

  4. Pingback: Menyikapi GTM-nya Kiara | rie yanti

  5. Pingback: 1000 Hari Pertama yang Penuh Kesan (Bag. 3) | rie yanti

  6. Pingback: 1000 Hari Pertama yang Penuh Kesan (Bag. 2) | rie yanti

Leave a Reply to Rie Yanti Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.