Kita semua tahu, sampah plastik bisa mencemari lingkungan. Terutama laut. Ada statistik, 63 persen sampah di lautan Indonesia merupakan sampah plastik sekali pakai. Limbah ini bisa merusak ekosistem laut, termasuk ikan. Kebayang, kan, apa jadinya kalau kita makan ikan, sementara ikannya sendiri makan plastik?
Pencemaran lingkungan akibat sampah plastik ini sudah lama terjadi. Namun persoalan ini seperti tidak ada solusinya. Sampah plastik tetap saja ada, bahkan semakin banyak jumlahnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jenna R. Jambeck dari University of Georgia, pada tahun 2010 ada 275 juta ton sampah plastik yang dihasilkan di seluruh dunia. Itu 10 tahun yang lalu, lho!
Kenapa ini bisa terjadi? Bukan karena kurangnya kesadaran kita bahwa sampah plastik bisa mencemari lingkungan. Kita semua sudah tahu itu. Ini semua terjadi karena kita tidak peduli. Kita lebih mementingkan hal lain ketimbang lingkungan. Misalnya, pangan.
Kita beli makanan di luar terus dibawa pulang, untuk dimakan di rumah. Makanan itu, kan, dibungkus plastik. Nantinya, plastik itu akan dibuang, cepat atau lambat. Artinya, kita menyumbang sampah plastik.
Contoh lainnya. Kita makan di rumah makan. Pesan minuman, diminumnya pakai sedotan plastik. Nanti kalau sudah selesai minum, sedotannya dibuang karena itu sedotan bekas dan sedotan sekali pakai. Sampah plastik lagi, kan?
Atau contoh lainnya. Indonesia merupakan ladang yang subur untuk memproduksi minuman dalam kemasan. Kalau satu orang minum minuman dalam kemasan itu satu botol saja dalam sehari, dikali 10 orang, dalam sehari bisa 10 botol. Dalam sebulan bisa mencapai 300 botol. Terus nantinya dikemanakan botol bekas itu?
Rata-rata dibuang, karena merasa tidak memerlukannya. Ada juga yang menggunakannya kembali. Tapi ini berisiko karena botol kemasan minuman itu hanya untuk sekali pakai. Jadi ujung-ujungnya ya dibuang juga. Sampah lagi, kan?
Sebetulnya, plastik awalnya diciptakan untuk menyelamatkan bumi. Dulu, orang menggunakan kertas atau kantong kertas. Karena kertas terbuat dari kayu, berapa banyak pohon yang ditebang untuk membuat kantong kertas?
Akhirnya, pada tahun 1959, seorang ilmuwan asal Swedia, Sten Gustaf Thulin, menciptakan kantong plastik. Supaya bisa dipakai berulang-ulang. Ironisnya, sekarang malah jadi limbah. Plastik yang seharusnya dipakai berkali-kali, malah dipakai sekali, lalu dibuang.
Tapi plastik sudah menjadi budaya. Misalnya, kita mau memberikan makanan ke tetangga. Kita males pakai piring. Kalau orang zaman dulu pakai rantang. Sekarang, karena nggak mau repot, kita pakai kresek. Praktis, nggak perlu repot-repot nyuci, nggak harus nagih ke tetangga biar dia ngembaliin rantang atau piringnya.
Di sisi lain, si penerima juga jadi terbebani untuk mengembalikan wadah milik kita sekaligus mengisinya. Kan, nggak enak juga mengembalikan wadah kosong. Tapi kalau pakai kresek, si penerima bisa membalas budi kapan saja. Nggak perlu takut wadahnya buru-buru kita pakai.
Jadi, plastik akan selalu ada selama pola pikir kita atau budaya kita seperti itu. Dunia ini tidak akan bebas dari limbah plastik karena kita enggan menghindarinya. Efeknya, karena sulit sekali diuraikan, sampah plastik akan menumpuk di mana-mana.
Jadi bingung, nih. Apa yang seharusnya kita lakukan? Menghindari kantong plastik dan beralih ke kantong kain? Tetap menggunakan kantong plastik? Atau… bagaimana solusinya?
Saya punya beberapa tips, nih, bagaimana menggunakan plastik supaya tidak mencemari lingkungan, yang patut kita coba terapkan sehari-hari.
- Bawa bekal ke sekolah, kampus, tempat kerja, atau ke mana pun teman-teman pergi. Sebaiknya, pilih kotak bekal yang benar-benar rapat tutupnya. Dan kalau mau bawa masakan berkuah, pakai wadah lain yang berpenutup rapat supaya tidak tumpah. Supaya tidak lagi melibatkan kantong plastik.
- Kalau beli makanan di luar untuk dibawa pulang, bawalah wadah dari rumah. Memang repot. Tapi daripada nyampah?
- Stop minum pakai sedotan. Sebetulnya, apa, sih, bedanya minum pakai sedotan dengan minum langsung dari gelas? Kalau suka sedotan, cari sedotan organik. Yang bisa dimakan itu, lho. Atau ada sedotan yang bisa dipakai berulang-ulang. Lengkap dengan sikat untuk membersihkannya. Cuma, harganya memang mahal.
- Bawa tas belanja sendiri setiap kali belanja. Bisa kantong plastik, tas kain, atau keranjang dari anyaman. Kalau bisa, sekalian bawa wadahnya. Jadi kalau beli ikan, tidak perlu dikantongi kresek lagi. Tinggal masukkan ke wadah plastik semacam toples atau kotak bekal. Praktis, kan?
- Kurangi konsumsi minuman dalam kemasan plastik sekali pakai. Selain tidak sehat, minuman dalam kemasan plastik juga nantinya akan menyumbang sampah plastik. Lebih baik bawa minum sendiri dari rumah. Bisa air putih, infused water, jus, atau apapun yang kita buat sendiri. Apalagi kalau kita pakai tempat minum yang bisa dipakai berulang kali.
- Kita beli makanan, minuman, atau keperluan lain, biasanya itu kan pakai kemasan ya. Kemasannya, kemasan plastik. Pokoknya, plastik itu selalu ada di mana-mana. Kayak udara. Kalau apa yang kita beli itu ada dalam berbagai ukuran, mendingan beli yang besar sekalian. Selain lebih ekonomis, juga supaya kemasannya atau plastiknya nggak banyak.
- Mendaur ulang sampah plastik, misalnya dengan membuat ecobrick. Tinggal siapkan botol plastik dan sampah plastik, misalnya bungkus permen atau biskuit. Nanti bungkus-bungkus plastik itu dimasukkan ke dalam botol sampai botol terasa padat dan keras, jadi tidak berubah bentuk. Ecobrick ini bisa dijadikan bahan bangunan, dibuat meja atau kursi, dll. Selain itu juga, bungkus bekas kopi atau kemasan plastik semacam itu, bisa dibuat tas, dompet.
- Kalau terlanjur dikasih kantong plastik, kalau sudah banyak kantong plastik di rumah, jangan buru-buru dibuang. Cobalah pakai lagi. Selama plastiknya masih bagus, pakai saja. Asal jangan untuk makanan.
Kalau kita peduli, kalau kita memikirkan masa depan bumi, kehidupan anak-cucu kita kelak, masa, sih, kita tega membiarkan mereka hidup di tengah-tengah sampah, apalagi sampah plastik?
Terus kalau kita suka traveling, foto-foto, kita juga harus menjaga lingkungan. Karena limbah plastik juga berdampak buruk, lho, terhadap pariwisata. Siapa, coba, yang mau berwisata ke tempat yang kotor, atau foto-foto di depan tumpukan sampah yang bau?
Kalau mau lingkungan yang bersih, harus ada tindakan yang berarti. Kalau sampah hanya dibuang ke tempat sampah, kemudian diangkut ke tempat pembuangan akhir, habis itu dikemanakan? Diapakan? Dibuang ke laut? Sampah organik, berasal dari alam, jadi bisa kembali ke alam, seperti dijadikan pupuk. Tapi kalau sampah plastik, tidak bisa seperti itu.
Jadi, mari kita sama-sama menjaga lingkungan, melakukan yang terbaik yang bisa kita lakukan. Sekecil apapun usaha kita, itu bisa berarti banyak di kemudian hari. Dan mudah-mudahan bisa dicontoh orang-orang sekitar kita. Nggak usah nunggu disuruh. Biasanya, kan, kita baru bergerak kalau ada himbauan. Mulai sekarang, kita inisiatif sendiri.
Kalau mau mendengarkan versi podcast dari tulisan ini, klik: