Baju Bayi Harus Selalu Bersih

Dulu, saya suka sekali melihat jemuran penuh baju bayi. Kesannya bersih, segar dan wangi. Sama seperti bayi yang baru dimandikan. Tapi waktu itu, saya hanya bertindak sebagai penonton, sehingga tidak tahu bagaimana rasanya kalau harus mencuci baju bayi seabrek-abrek.

Sekarang, saya bertindak sebagai pelaku, alias binatu baju Kiara. Sejak masih hamil pun sudah “buka laundry”, karena baju bayi berikut perlengkapan lainnya seperti selimut dan handuk yang baru dibeli wajib dicuci. Dari tangan produsen atau pabrik, semua perlengkapan bayi belum dicuci. Ditambah saat masih dipajang di toko, baju-baju itu dipegang-pegang calon pembeli. Bahkan sampai ada yang jatuh ke lantai dan kena debu. Bahaya kan buat bayi?

Baju-baju yang masih baru saya cuci pakai tangan. Karena dulu masih hamil, walau harus mencuci dalam jumlah banyak, saya belum merasa kerepotan. Apalagi saya mencucinya dengan cara mencicil. Begitu juga ketika Kiara masih baru lahir. Pipisnya masih jarang-jarang, sehingga dalam sehari cuciannya paling hanya 20 buah. Itu pun sudah ditambah baju atasan. Tanpa kain bedong, karena Kiara tidak suka dibedong. Saya hanya mencuci popok, alas ompol atau kain lorek-lorek dan waslap.

Tapi, sejak Kiara berumur dua mingguan, cuciannya banyak sekali. Pipis saja bisa sampai 20 kali sehari. Belum kalau pipisnya sampai kena baju. Belum kalau handuknya juga ikutan kena pipis. Belum waslap, sarung tanan dan kaki, sleber.  Dan karena sekarang Kiara sudah bisa tengkurap sendiri, pipisnya sampai kena seprai. Kadang kalau digendong pun dia pipis sehingga saya harus beberapa kali ganti baju dalam sehari. Semakin banyak saja cucian. Saya sengaja tidak memakaikan Kiara pampers atau clodi. Pampers hanya dipakai kalau stok celana sudah habis. Pernah lho waktu sakit flu, dalam sehari Kiara menghabiskan semua stok celana. Hanya menyisakan satu celana dan karenanya dia pakai pampers. Kelak kalau Kiara sudah berumur 18 bulan, saya akan mengajarinya pipis menggunakan potty training.

Dengan banyaknya baju kotor yang dihasilkan Kiara, mencuci dengan cara dicicil pun tetap saja melelahkan. Makanya saya mencuci pakai mesin. Kecuali baju-baju yang bagus atau warnanya suka luntur, tetap saya cuci pakai tangan. Dan meski ada asisten, saya tetap mencuci sendiri. Sebab mencuci baju bayi tidak seperti mencuci baju orang dewasa. Ada beberapa cara, tergantung cuciannya.

Untuk baju yang kena pup, pertama-tama, buang dulu kotoran ke dalam kloset. Supaya kotoran mudah lepas, guyur dengan air. Memang masih ada noda yang menempel. Tapi cara ini bisa memudahkan pencucian. Lalu oleskan sabun (cuci) batangan ke bagian baju yang terkena noda tersebut. Langsung kucek supaya nodanya cepat hilang. Kalau tidak sempat, bisa direndam dulu. Bilas cucian. Supaya yakin bersih, bisa dicuci sekali lagi atau digabung bersama pakaian kotor lainnya.

Sedangkan untuk baju yang kena pipis, cara mencucinya lebih gampang. Bilas atau rendam saja cucian. Peras lalu cuci seperti biasa bersama pakaian kotor lainnya. Jangan lupa untuk membilas cucian sampai tidak ada busa sabun.

Sekadar informasi, saya tidak pernah mencuci dengan deterjen khusus baju bayi. Kalau softener-nya pernah. Itu pun dibeli karena kecelakaan. Dikira deterjen karena tidak jeli membaca kemasan, tidak tahunya pewangi dan pelembut pakaian, hehe. Saya biasa menggunakan deterjen cair supaya praktis dan ekonomis, sehingga bisa digunakan juga untuk mencuci baju saya dan suami. Lagipun, belakangan yang saya dengar, walaupun terbukti aman untuk kulit bayi, deterjen khusus baju bayi tidak benar-benar membersihkan kotoran. Tidak tahu benar atau salah berita tersebut. Yang jelas, saya selalu menggunakan deterjen cair biasa, tanpa pewangi. Karena pewangi untuk baju dewasa aromanya terlalu menyengat. Dikhawatirkan berbahaya untuk bayi. Sekalipun itu bersifat antibakteri. Jadi kalau mau baju bayi benar-benar bebas bakteri, pilih saja deterjen cair yang sudah mengandung antibakteri.

Cairan pemutih atau deterjen yang mengandung pemutih pun saya hindari. Konon, kandungan yang terdapat dalam pemutih berbahaya buat kulit bayi. Jadi walaupun baju Kiara yang berwarna putih sudah tampak belel, saya tidak lantas menggunakan pemutih. Saya cuci pakai deterjen saja. Triknya supaya baju berwarna putih tidak cepat kumal, ya dicuci dengan tangan dan dipisahkan dari pakaian berwarna.

Mencuci baju bayi itu cukup melelahkan. Kadang saya harus kucing-kucingan dengan Kiara. Kalau dia bangun, saya bisa lama mencucinya. Dan tentunya ini sangat melelahkan. Tapi karena ingin Kiara selalu memakai baju yang bersih, saya pun tetap mencuci setiap hari. Subuh-subuh, malah, kalau Kiara masih tidur.

Nah, jadikan mencuci baju bayi sebagai kegiatan yang menyenangkan, seperti halnya merawat bayi. Karena baju bayi, sebagaimana halnya bayi itu sendiri, harus selalu bersih.

6 komentar pada “Baju Bayi Harus Selalu Bersih

  1. Ping-balik: Baju Bayi Harus Selalu Bersih | Cerita Rie

  2. Eh, mau tanya Rie. Brahm, ikutan mencuci popok Kiara nggak? Kalau saya dulu, sempat nyuci popoknya Zidan. Pengalaman tak terlupakan. Apalagi bundanya punya kebiasaan dikumpulkan dulu sehingga ‘pup’nya sampai mengeras. Hehehe.

  3. Pernah, satu kali. Hehe. Wah, kalo dibiarkan lama “pup”nya bisa mengeras ya? Baru tau. Soalnya kalo aku langsung nyuci, kalo Kiaranya bisa ditinggal. Kalo nggak ya dibiarkan dulu, tp nggak sampe mengeras gitu.

  4. Ping-balik: Menjadi Ibu RT | rie yanti

  5. Ping-balik: Pakansi Ning Semarang (Bag. 2: Keliling Semarang) | rie yanti

Tinggalkan Balasan ke Menjadi Ibu RT | rie yanti Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.