Selembar Uang Sobek

Entah sudah berapa kali saya menerima uang yang sobek. Biasanya dari kembalian belanja. Saya memang kerap ceroboh, tidak pernah memeriksa dengan jeli uang kembalian. Yang penting jumlahnya sesuai alias tidak dicurangi pedagang. Perkara uang itu masih bagus, sudah lecek, atau ada yang sobek, saya tidak pernah memperhatikan. Tahu-tahu saat menghitung sisa uang belanja di kamar, eh, ada uang yang sobek.

Kalau sobeknya masih bisa diakali, saya gunakan selotip untuk menyambung bagian yang terpisah itu. Dan ini masih bakal laku kalau saya gunakan untuk transaksi belanja. Tapi kalau yang sobek itu bagian ujung atau bolong, alamat uang itu tidak akan laku diberikan ke manapun.

Seperti beberapa waktu lalu. Saya tidak menyadari kalau uang yang saya terima ternyata sobek. Ada sedikit bagian yang hilang di salah satu ujungnya. Sayang sekali. Tapi kemudian saya coba gunakan untuk belanja di pasar. Tanpa bermaksud menipu si penjual, uang itu saya lipat-lipat (hm, teman-teman mungkin pernah melakukan kayak gini juga). Tapi mbak penjualnya jeli. Dia meminta saya untuk mengganti uang itu dengan yang lain.

Terpaksalah uang yang sobek itu saya masukkan kembali ke dompet dan saya bawa pulang ke rumah. Tak lupa saya curhat soal itu sama suami. Kiara yang mencuri dengar langsung merekam istilah “uang sobek”. Ketika malamnya saya menyerahkan uang kembalian belanja kepada mertua, Kiara spontan bilang, “Eyang, uangnya sobek!”

Padahal uang yang saya kasihkan pada mertua tidak sobek sama sekali. Tapi seandainya sobek pun mertua saya tidak akan memperkarakan, kecuali kalau uangnya tidak laku untuk bayar apa-apa. Dengan entengnya mertua saya bilang, “nggak apa-apa, sobek-sobek juga tetap uang.”

Tidak salah. Uang ya uang. Mau lecek, kotor, sobek, uang tetaplah uang. Sebuah benda berharga, alat pembayaran yang sah. Uang itu tidak melulu harus masih bagus kondisinya, seperti baru keluar dari mesin cetak. Dan nilainya pun tidak akan berubah seiring kondisinya. Uang 10000 tidak akan berubah jadi 2000 hanya karena terbelah dua. Uang 5000 tidak akan jadi 1000 hanya gara-gara bagian ujungnya sobek dan hilang.

Namun, entah kenapa, mata kita seakan hanya diisi dengan nominal angka dan rupa menawan. Kita tergiur dengan uang 100000 ketimbang 50000. Kita terpikat dengan bentuk yang bagus dan mengesampingkan bentuk yang jelek. Kita melupakan nilai dari uang itu sendiri. Alat pembayaran yang sah. Bahkan, kita kerap menginginkan uang yang rupanya masih bagus, fresh dari mesin cetak.

Yang kerap tidak kita sadari, yang sekarang kelihatan segar pun, nantinya bakalan keriput, lecek. Dan yang sekarang tampak keriput, tadinya juga segar. Itu karena uang bergerak terus, berpindah dari tangan yang satu ke tangan yang lain. Digunakan untuk membayar kepentingan yang berbeda.

Uang adalah uang. Bagaimana pun rupanya, tetap ada nilainya. Kalaupun kita menerima uang sobek, selama uang itu masih bisa dikenali nominalnya, saya pikir tetap bisa digunakan kok. Namun kalau tidak… yah, disimpan sajalah di dompet. Dan lain kali, kalau menerima uang dari siapa saja, saya harus teliti. Kalau uangnya cacat, lebih baik minta ditukar. Ketimbang nantinya uang tersebut tidak bisa digunakan lagi.

2 thoughts on “Selembar Uang Sobek

Leave a Reply to Rie Yanti Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.