Sejak awal berkebun, kami nanem singkong. Dengan keterbatasan lahan dan wawasan tentang pertanian, kami pikir nanem singkong semudah nanem bayam brazil. Tinggal tancepin batangnya ke tanah, rutin disiram dan dibiarin kena matahari, tunggu waktu panen, udah.
Tanaman singkong kami tumbuh subur sekali. Daunnya lebat banget. Sampai-sampai pernah ada seekor kucing liar yang setengah dipelihara kerabat kami, selalu berteduh di bawah pohon singkong itu.
Cuma anehnya, tiap kali umbinya dipanen, hasilnya jarang sekali memuaskan. Sering kerdil. Nggak jarang yang dimakan masih berupa akar, bukan umbi. Padahal umurnya udah cukup buat dipanen. Mungkin karena tanahnya kurang cocok. Mungkin juga karena kurang perawatan. Atau karena kami terlalu terpukau dengan daunnya yang lebat itu sampai nggak merhatiin yang di dalam tanah?
Dan bukankah kita sering kayak gitu? Lihat orang yang kayaknya hepi-hepi aja, baik-baik aja, tapi siapa yang tahu kalau dia sebetulnya nggak seperti yang kita lihat. Siapa yang tahu kalau dia sedang berjuang keras, atau sudah dan dia kehabisan tenaga bahkan untuk memperbaiki dirinya sendiri? Siapa yang tahu kalau dia ngerasa nggak nyaman dengan hidupnya tapi harus selalu tersenyum? Siapa yang tahu kalau dia nggak baik-baik aja, tapi harus berpura-pura nggak ada masalah supaya orang lain nggak khawatir sama dia?
Siapa yang tahu?