Minimalis Luar Dalam

Melalui Goodbye, Things, Fumio Sasaki berhasil menghasut saya untuk menjadi minimalis. Saya akui, saya masih kepengin berbelanja baju dan perlengkapan rumah tangga. Sudah begitu, saya ini gampang bosan dengan barang-barang yang saya punya. Ingin segera membeli yang baru, tapi berhubung banyak kebutuhan lain yang harus diprioritaskan, juga karena saya harus mengefisiensi tempat karena harus berbagi ruang dengan sesama penghuni rumah lainnya, rencana berbelanja pun selalu ditunda.

Nah, sambil menunggu kesempatan shoping, saya mencatat apa saja yang harus saya beli, serta menimbang plus minus dari barang tersebut. Saya tidak boleh asal membeli. Kalau tidak perlu-perlu amat, nggak usah belilah. Atau ditunda dulu sampai saya benar-benar membutuhkannya. Saat kelak membelinya pun saya harus yakin betul barang tersebut enak dipakai atau tidak, tahan lama atau cepat rusak. Jangan tergoda diskon atau ikut tren semata.

Sebab, ada beberapa barang yang membuat saya menyesal telah membelinya. Dulu ketika membeli barang tersebut, misalnya sebuah buku, saya berpikir bahwa nanti mungkin harganya naik atau suatu saat buku tersebut akan langka dan tidak dicetak ulang, jadi kenapa saya tidak langsung membelinya? Padahal, saat itu, bahkan sampai sekarang, buku tersebut tidak saya baca. Lalu ketika sekarang melihat buku tersebut mengonggok di rak buku, saya seakan “dipaksa” untuk membacanya. Padahal saya tidak punya waktu untuk membaca buku tersebut. Kalaupun punya waktu, saya malah kepengin membaca buku lain yang lebih menarik.

Tahu begini, ngapain saya dulu membelinya?

Mungkin teman-teman pernah merasa seperti itu. Atau bahkan sering. Tidak hanya terhadap buku, tetapi juga baju, peralatan olahraga, peralatan hobi, atau lainnya.

Jadi, pelajaran untuk acara belanja berikutnya, jangan sampai terulang hal seperti tadi. Kalau sampai terjadi, lama-lama akan muncul rasa tidak suka terhadap barang tersebut. Nantinya, barang tersebut akan membuat kita tidak bahagia lagi.

Teman-teman mungkin pernah membaca buku Marie Kondo atau pernah menonton Tidying Up with Marie Kondo di Netflix. Saya sendiri tidak pernah hehehe. Bahkan saya baru mengenal nama Marie Kondo melalui Goodbye, Things. Menurut ahli bebenah asal Jepang itu, kalau ada barang yang membuat kita tidak bahagia, lebih baik lepaskan saja. Saya lantas melihat sekeliling, ada banyak barang yang tidak saya suka. Mungkin seharusnya saya merelakan semua itu. Entah dibuang, entah diberikan pada orang lain. Kalau kita tidak bahagia dengan barang yang kita punya, si barang juga tidak akan bahagia bersama kita. Ia mungkin akan merasa sangat berterima kasih kalau diberikan kepada orang yang membutuhkannya.

Tapi, bagaimana kalau saya memerlukannya suatu saat nanti?

Itu adalah pertanyaan jebakan, yang membuat kita terperangkap pada pilihan untuk membeli dan menyimpan. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi, bahkan satu menit kemudian. Kita tidak tahu apakah barang itu benar-benar berguna dan dipakai, atau tidak sama sekali. Jadi, semestinya kita tidak usah merasa cemas dan buru-buru memutuskan untuk membeli barang.

Perkaranya ada pada pikiran kita. Kita selalu diliputi perasaan cemas dan takut. Kita selalu punya bayangan akan hari-hari mendatang. Setiap hari kita mendapatkan informasi atau cerita. Informasi itu membuat kita berpikir bahwa mungkin kita harus menghadapi sesuatu yang sama dengan yang orang lain hadapi saat ini. Sebagai antisipasi, kita harus menyiapkan segala sesuatu sejak sekarang. Baik itu mental maupun materi. Supaya nanti kalau kita juga benar-benar berhadapan dengan situasi yang sama, kita sudah siap. Tidak ada lagi yang dikhawatirkan.

Lihat kan, kita mencemaskan hal-hal yang belum terjadi dan belum tentu menimpa kita. Tidak ada salahnya sih. Namun kita kerap bersikap berlebihan hingga menguras pikiran, waktu, tenaga, juga uang. Dan ketika sesuatu itu ternyata tidak terjadi pada kita, bagaimana dengan hal-hal yang sudah kita siapkan itu? Syukur-syukur kalau terpakai dan ada gunanya. Bagaimana jika tidak?

Saya ingin menjadi seorang minimalis. Dan menjadi minimalis tidak melulu mengacu pada penggunaan materi. Tetapi juga prinsip. Maknanya sama saja, yakni tidak berlebihan dan memprioritaskan hal-hal yang esensial. Kita membatasi kepemilikan barang. Barang-barang yang kita punya adalah barang-barang yang memang kita butuhkan di masa sekarang. Begitu juga pikiran. Seharusnya kita memikirkan hal-hal yang penting, terutama saat ini. Andaipun kita berpikir tentang masa depan dan ingin menyiapkan sesuatu untuk masa depan, pilih yang paling pokok. Dan sebaiknya kita hindari pikiran-pikiran yang membuat kita tidak senang dan tenang.

Sementara itu, gunakan waktu, ruang, tenaga, pikiran yang kita miliki sekarang untuk hal-hal yang lebih penting lagi. Masa lalu adalah sejarah dan masa depan adalah misteri. Dan hari ini adalah berkah. Jadi, kenapa tidak kita syukuri dengan melakukan hal-hal yang lebih berguna?

Kalau mau mendengarkan versi podcast, klik:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.