Kenapa Saya Malas Bergabung dengan Komunitas Menulis

Tahun 2009 lalu saya dan beberapa teman sesama penulis di Cicalengka mendirikan sebuah komunitas menulis. Kami biasa berkumpul saban hari Minggu di rumah salah seorang anggota. Kegiatan resminya yaitu mengujibacakan karya-karya pendek yang kami tulis, berupa cerpen, esey dan puisi, serta berdiskusi tentang dunia menulis.

Sebagai sebuah organisasi, kami memiliki beberapa cita-cita: ingin komunitas kami dikenal publik lebih luas lagi, menarik anggota lebih banyak lagi, dan membuat antologi. Bisa antologi cerpen, esey atau puisi. Selain itu, dengan adanya komunitas menulis ini kami ingin menunjukkan bahwa di kota kecil seperti Cicalengka pun kegiatan menulis bisa berkembang.

Pada awal-awal didirikannya komunitas tersebut, kami selaku anggota selalu hadir sambil menunjukkan karya masing-masing. Karya kami difotokopi tiga rangkap sehingga setiap orang bisa kebagian membaca tanpa harus menunggu giliran. Setelah itu saling mengometari karya masing-masing.

Pada minggu kedua pertemuan, kami mendapatkan beberapa anggota baru. Mereka adalah para siswi SMA yang diajak bergabung oleh salah seorang anggota kami yang bekerja sebagai pengajar. Tentu saja teman saya itu tidak asal merekrut anggota baru, karena kami pun mencari orang-orang yang memang berminat menulis.

Kami senang karena anggota bertambah. Tidak masalah mereka masih SMA dan karya mereka berbau teenlit. Kami cukup senang dengan antusiasme pelajar-pelajar SMA tersebut dan itu bahkan membuat kami bersemangat untuk mengadakan pertemuan lagi.

Namun karena berbagai kepentingan pribadi, minggu depannya kami tidak bisa mengadakan pertemuan. Hal yang sama terjadi pada minggu-minggu berikutnya. Selanjutnya, kami vakum selama beberapa minggu. Buntutnya, komunitas yang kami dirikan seperti mati.

Berbekal pengalaman mendirikan semacam komunitas menulis naskah film dua tahun sebelumnya, saya bisa menduga, ini tidak bisa diteruskan. Kalaupun bisa, tidak akan berbeda dengan yang sudah terjadi. Anggotanya entah ke mana, tulisan pun tidak ada.

Dulu ketika masih celingak-celinguk di dunia tulis, saya kepengin banget ikutan komunitas menulis. Pernah mau bergabung di Forum Lingkar Pena (FLP). Tidak jadi. Yang di Bandung kejauhan dan yang di Jatinangor, dari kabar yang saya dengar, anggotanya mayoritas para mahasiswa baru. Pernah juga tertarik ikut Klab Nulis Tobucil. Tetapi karena jaraknya jauh dan waktunya kurang pas, lagi-lagi saya tidak jadi ikut.

Padahal FLP dan Klab Nulis Tobucil saya nilai selalu konsisten mengadakan pertemuan. Tidak akan ada anggota yang mangkir seenaknya dan membuat komunitas ini bubar begitu saja. Mereka sama-sama sudah punya nama. Selain itu para anggotanya juga ada yang sudah menerbitkan buku.

Merasa kurang sreg dengan para anggota lainnya, saya pun cabut dari komunitas tersebut. Ketika diajak bergabung lagi, saya menolak. Saya bukannya merasa sok sudah bisa menulis. Hanya, saya tidak bisa bersatu dengan orang-orang seperti mereka. Seseorang yang ingin serius memperdalam suatu bidang akan merasa kesal jika dikelilingi orang-orang yang berprinsip “santai aja, ngapain buru-buru?”. Berhubung saya sendiri kurang disiplin, kalau berada di lingkungan seperti itu terus bisa-bisa saya tambah ngoyo. Belum lagi kalau asap rokok ikut bicara. Saya tidak betah berada di antara orang-orang yang suka merokok.

Karena beberapa ketidaknyamanan tersebut, saya pun bertualang sendirian. Ketika akhirnya menemukan Warung Fiksi dan kerasan di sana, saya memutuskan untuk menetap di blog tersebut. Inilah yang saya cari. Sebuah tempat di mana saya bicara melalui tulisan, bebas asap rokok, praktis, dan terus berkarya.

Bagaimanapun ada beberapa kelebihan dengan ikut komunitas menulis. Mulai dari punya banyak teman, hingga adanya pertimbangan redaktur media cetak atau penerbit untuk menerbitkan karya kita.

Tapi yang terpenting adalah konsistensi kita dalam menulis. Sebab yang namanya penulis, pekerjaan utamanya adalah menulis.

6 komentar pada “Kenapa Saya Malas Bergabung dengan Komunitas Menulis

  1. Saya sejak dulu ingin ikutan klub penulis. Tapi entah, kenapa sampai sekarang saya tidak bergabung ke sebuah klub penulis satu pun. Mungkin saya merasa penulis amatir. Menulis untuk dinikmati. Jadi malu ketemu dan tidak pede dengan penulis lain. Apapun itu saya ingin tetap bergabung. Entah kapan itu…

Tinggalkan Balasan ke Rie Yanti Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.