Dua minggu yang lalu, kami bertiga mudik ke Bandung. Sengaja dipilih waktunya sebelum lebaran daripada kami harus mudik berjamaah perantauan lain.
Walaupun momentumnya kurang pas untuk mudik, namun acara mudik kami tahun ini lebih berkesan dari tahun-tahun sebelumnya. Yah, setiap acara mudik pasti ada cerita serunya sih. Dan saya rasa, mudik tahun ini memiliki kesan yang berbeda. Selain karena Kiara sudah mulai akrab dengan eyang putrinya, juga karena keberangkatan kami dari Surabaya tidak menggunakan kereta api, melainkan pesawat.
Saya akui, naik pesawat rute Surabaya-Bandung tidak istimewa karena jaraknya dekat dan lama perjalanannya hanya satu jam. Tapi buat orang yang baru pertama kali naik pesawat seperti saya, tentu hal ini jadi berkesan. Tidak ada persiapan khusus yang saya lakukan sebelum berangkat. Namun saya cukup tegang dengan perjalanan ini. Bahkan suami saya yang sudah beberapa kali naik pesawat pun agak bingung.
Pasalnya, kami kan bawa anak batita yang super duper lincah dan tidak bisa diprediksi kondisinya. Bagaimana kalau dia rewel di dalam pesawat? Bagaimana kalau dia mabok dalam perjalanan? Bagaimana kalau dia mengalami gangguan telinga? Dan masih banyak lagi pertanyaan “bagaimana” yang menghantui kami berdua.
Kami tidak berkonsultasi dulu ke dokter mengenai masalah ini. Soalnya biarpun cukup stres, kami merasa hal ini bukan masalah besar. Kami hanya browsing tentang bagaimana membawa anak kecil naik pesawat. Tip-tip yang kami dapatkan sangat banyak. Tapi ujung-ujungnya, semua kembali ke individu masing-masing. Tidak semua saran bisa kami terapkan. Tergantung bagaimana anaknya.
Saya dan suami hanya mempersiapkan biskuit untuk dimakan Kiara di dalam pesawat terutama saat pesawat take off. Soalnya pada saat ini, ada perbedaan tekanan udara dan suara gemuruh pesawat yang bisa mengganggu saluran pendengaran. Mungkin bagusnya Kiara memakai sumpal di telinganya. Tapi saya dan suami yakin, anak ini bakalan berontak kalau telinganya disumpal.
Satu-satunya solusi ya dengan memberikannya makanan. Saya bawa bekal nasi dari rumah, tapi saya lebih membutuhkan makanan favorit Kiara supaya dia mau mengunyah dan tidak rewel saat perjalanan. Karena Kiara suka makan kue alias biskuit, ya sudah, biskuitlah yang dijadikan bekal.
Persiapan lain, kondisi tubuh yang fit. Alhamdulillah Kiara tidak sakit saat kami berangkat. Yang kami khawatirkan, bagaimana kalau Kiara mabok? Haruskan dia minum Antimo? Tapi Antimo yang kami punya hanya yang untuk dewasa atau anak di atas lima tahun. Dan kami tidak punya waktu lagi untuk mencari Antimo (atau sejenisnya kalau ada) untuk batita.
Berbekal keyakinan seorang ibu bahwa anaknya ini kuat, Kiara akhirnya tidak minum obat apa-apa selain vitamin dan madu. Yang penting dia tidur dan makan yang cukup, diberi makanan kesukaannya, serta dihibur supaya hatinya senang.
Oh ya, untuk barang bawaan, kami hanya membawa satu ransel dan satu carrier (ransel besar buat camping). Saya dan suami kalau berwisata ke mana-mana selalu bergaya seperti backpacker. Biar praktis. Dulu pernah bawa koper dan dua ransel. Jadinya malah lebih repot. Apalagi kalau ditambah tas oleh-oleh atau bekal.
Nah, dalam peraturan maskapai penerbangan yang kami pilih, bobot setiap tas yang akan dibawa ke kabin tidak boleh lebih dari tujuh kilogram. Lebih dari itu, relakan masuk bagasi. Selain itu, dilarang membawa benda cair lebih dari 100 ml.
Masalahnya, ransel biasa yang saya bawa bobotnya tidak lebih dari tujuh kilo, tapi di dalamnya terdapat obat-obatan cair atau sirup. Sementara carrier yang dibawa suami saya memuat baju-baju dan oleh-oleh. Ditimbang di timbangan di rumah, tas itu bobotnya pas tujuh kilo. Tapi bisa saja timbangan di bandara lain lagi.
Namun kami tidak bisa merelakan sebagian barang ditinggal di rumah. Semua barang yang sudah dimasukkan tas adalah barang-barang yang kami perlukan. Kami perlu beberapa pakaian untuk di Cicalengka, dan obat-obatan Kiara harus dibawa dan tidak boleh jauh dari kami. Kalau si carrier harus masuk bagasi, tidak apa-apalah. Tapi ransel satunya harus bisa kami bawa ke kabin.
Dulu waktu suami saya pergi ke Jerman, dia tidak boleh membawa barang cair ke kabin. Tapi agaknya peraturan penerbangan domestik lebih ramah. Carrier tidak jadi masuk bagasi dan tidak ada larangan membawa barang cair ke dalam kabin.
Masalah barang bawaan selesai. Tinggal menunggu waktu keberangkatan. Kami datang ke bandara dua jam sebelum boarding. Daripada telat, sekalian biar Kiara bisa main-main dulu di bandara. Sampai waktunya berangkat, anak ini tidak rewel dan sehat-sehat saja. Saya harap kondisinya bisa seperti itu terus sampai perjalanan nanti.
Alhamdulillah, Kiara sama sekali tidak rewel. Saat pesawat lepas landas, buru-buru kami memberinya biskuit. Kiara sempat bengong dengan situasi baru yang dia alami. Tapi dia bisa cepat beradaptasi. Dan karena sebelum berangkat tidak tidur dulu, Kiara akhirnya tidur setelah 15 menit perjalanan, dan baru bangun saat kami tiba di Bandara Husein, Bandung.
Yeeey… Sebuah perjalanan yang menyenangkan. Saya bahkan tidak memikirkan diri saya sendiri. Soalnya fokus saya ke Kiara, dan ternyata dia menikmati penerbangan pertamanya walau di dalam pesawat dia malah tidur. Hehehe.
Mengajak Kiara naik pesawat sama sekali tidak merepotkan. Tapi tidak tahu juga sih kalau rutenya jauh. Saya hanya berharap, seperti yang pernah saya tulis beberapa waktu lalu, Kiara bisa fleksibel. Naik apa aja, ke mana saja, tidak rewel.
Hehehe… selamat buat Kiara. Masih dibawah umur 3 tahun, dia sudah naik pesawat. Anak saya yang sudah naik pesawat adalah Zidan. Zidan ke Jakarta saat masih TK. Menariknya dia ke Jakarta bukan liburan tapi dinas. Hehehe.
Dinas apa, Pak? Terus, Zelda kapan dong naik pesawat?
Dinas gantikan teman saat harus pasang server di Jakarta. Dia dan saya harusnya pasang server klien. Tapi tiba-tiba dia tidak bisa. Sayang akomodasinya hangus, saya ajak Zidan. Ternyata Zidan oke-oke saja.
Kalau Zelda, nunggu ada dinas lagi paling… Hehehe.